Friday, August 10, 2018

SURAT EDARAN DAN KEPUTUSAN DIRJEN PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP

SURAT EDARAN DAN KEPUTUSAN DIRJEN PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP

SURAT EDARAN DAN KEPUTUSAN DIRJEN PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP

1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.I. No. : Kep. 84/BW/1998 Tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan

2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep.407/BW/1999 tentang Peryaratan, Penunjukan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.

3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No.: Kep.311/BW/2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik



SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DEPARTEMEN TENAGA KERJA R.I. NO. : KEP. 84/BW/1998 TENTANG CARA PENGISIAN FORMULIR LAPORAN DAN ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN



Menimbang :

a. bahwa formulir pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan serta analisis statistik kecelakaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1998 tanggal 26 Februari 1998 perlu diatur cara pengisian dan penggunaannya untuk mengetahui angka kekerapan dan keparahan kecelakaan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan cara pengisian formulir pemeriksaan dan pengkajian serta analisis statistik kecelakaan.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1998 tanggal 26 Februari 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERTAMA : Pengisian dan penggunaan formulir pemerIksaan dan pengkajiankecelakaan serta analisis statistik kecelakaan dilaksanakan dengan berpedoman pada Petunjuk Pelaksanaan terlampir.
KEDUA : Memerintahkan kepada Pegawai Pengawas dalam pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan serta Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dalam menyusun analisis statistik kecelakaan menggunakan Petunjuk Pelaksanaan sebagaimana termaksud dalam amar “Pertama”.
KETIGA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus mengirimkan analisis statistik kecelakaan tersebut setiap bulan ke Departemen Pusat cq. Dirjen Binawas.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 1998
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN
NIP. 160008975


LAMPIRAN I : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP. 84/BW/1998
TANGGAL : 8 APRIL 1998

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGISIAN DAN PENGGUNAAN FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN SERTA ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN
A. PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Tujuan Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970 adalah untuk memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja serta mengamankan sumber-sumber produksi agar dapat dipergunakan secara efisien.
Untuk mencapai sasaran Undang-undang Keselamatan Kerja tersebut antara
lain setiap kecelakaan wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja.
Pengurus atau Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakan yang terjadi di tempat kerjanya dengan mempergunakan bentuk yang telah diterapkan, agar dapat dilakukan analisa kecelakaan.
Analisis kecelakaan kerja dilakukan untuk menemukan penyebab utama
kecelakaan sehingga dapat diberikan saran perbaikan agar kecelakaan tidak terulang kembali.

II. Tujuan

Tujuan Petunjuk Pelaksanaan Pengkajian Kecelakaan adalah untuk memberikan panduan kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan, Kepala Kantor, Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dapat melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

III. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Petunjuk Pengkajian Kecelakaan ini meliputi analisis kecelakaan di tempat kerja yang terdiri dari kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan limbah serta kejadian berbahaya lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tanggal Februari 1998.

B. PENGISIAN FORMULIR

(Lampiran II, III, IV, V, VI, dan VII Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tanggal 26 Februari 1998).

I. DATA UMUM

A. Identitas Perusahaan

1. Nama perusahaan diisi menurut jenis usaha dan nama perusahaannya
Contoh :
a. Pabrik Tekstil PT. JAYATEK
b. Kontraktor Bangunan PT. PEMBANGUNAN JAYA.
2. Alamat perusahaan diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor Ketenagakerjaan (UUD No. 7/1981). Apabila belum ada diisi menurut alamat perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
3. Nama pengurus diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor Ketenagakerjaan dan apabila belum ada diisi dengan nama penanggung jawab perusahaan sesuai peraturan perundangan.
4. Alamat pengurus diisi sesuai dengan domisili resmi yang bersangkutan berdasarkan KTP atau PASPORT.

B. Informasi Kecelakaan

1. Tempat, tanggal dan jam kejadian kecelakaan diisi menurut tempat dimana terjadi kecelakaan, tanggal dan jam kecelakaan.
Contoh :
a. Di bagian pemintalan pabrik tekstil PT. JAYATEX. Tanggal 10 Agustus 1991, jam 11:00 WIB.
b. Di proyek bangunan pemasangan saluran pipa air minum jalan Ciputat Raya Tanggal 12 Maret 1991, jam 14:00 WIB.
2. Sumber laporan menurut berita yang diterima:
Contoh :
a. Surat kabar Harian KOMPAS tanggal 11 Agustus 1991
b. Laporan lisan (telepon) pengurus perusahaan PT. PEMBANGUNAN JAYA.
3. Tanggal diterima laporan diisi sesuai dengan barita yang diperoleh dalam butir 2.
Contoh :
a. 11 Agustus 1991 b. 12 Maret 1991
4. Tanggal pemeriksaan diisi menurut tangal pada waktu pegawai ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan setempat.
5. Atasan langsung adalah atasan yang memberikan perintah pekerjaan kepada korban secara organisator perusahaan.
6. Saksi adalah orang yang melihat/mendengar/mengetahui secara langsung proses terjadi kecelakaan.

C. Lain-lain

1. P2K3/AHLI K3 diisi dengan ada atau tidak ada.
2. KKB/PP diisi dengan ada atau tidak ada.
3. JAMSOSTEK diisi dengan ada atau tidak ada.
4. SPSI diisi dengan ada atau tidak ada.
5. jumlah tenaga kerja, diisi jumlah seluruh tenaga kerja yang ada di perusahaan.
6. asuransi lainnya, diisi jenis asuransi selain asuransi sosial tenaga kerja.

II. DATA KORBAN

1. Jumlah korban : diisi dengan jumlah seluruh korban pada kasus kecelakaan tersebut baik yang mati, luka berat maupun luka kecil kecelakaan tersebut kemudian dibagi menurut jenis kelamin yang diisikan pada kolom laki-laki dan perempuan.
2. Nama : diisi menurut nama korban kecelakaan dan apabila kolom tersebut cukup dapat dibuat daftar tersendiri. Kolom umur diisi menurut masing- masing umur korban dan kolom kode diisi menurut nomor kode pembagian kelompok umur.
- Kolom kode yang kosong diisi menurut petunjuk nomor kolom kode yang ada.
3. Akibat kecelakaan : diisi sesuai dengan keadaan korban manusia. Keadaan kecelakaan (bukan korban manusia).
- Luka berat adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa. Apabila memerlukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat tetap termasuk dalam klasifikasi luka berat.
- Luka ringan adalah luka yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari.
4. Keterangan cidera adalah diisi menurut bagian tubuh korban yang mendapat cidera.
Contoh : mata.
Untuk kolom kode diisi dengan nomor A. 10 sesuai dengan petunjuk kolom kode yang ada. Apabila diperlukan sesuai dengan jumlah korban dapat dibuatkan daftar tersendiri.

III. FAKTA YANG DIBUAT

Di dalam kolom ini fakta yang ada dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu kondisi yang berbahaya dan tindakan yang berbahaya.
1. Menentukan kondisi yang berbahaya digunakan pedoman sebagai berikut.
- Cacat dan daftar semua kondisi yang tidak aman baik dilihat secara mekanis maupun fisik yang benar-benar mendukung terjadinya kecelakaan.
- Kondisi ini tetap akan menimbulkan kecelakaan walaupun tindakan berbahaya tidak ada.
2. Tindakan yang berbahaya.
Untuk menentukan tindakan yang berbahaya sama halnya dengan yang digunakan dalam menentukan kondisi berbahaya yaitu dengan berpedoman sebagai berikut:
- Inventarisir semua tindakan-tindakan yang menyimpang dari prosedur semestinya yang tidak aman benar-benar mendukung atau mendasari penentuan type kecelakaan yang telah dipilih atau ditetapkan. Tindakan berbahaya dimaksud dapat berasal dari si korban sendiri atau pembantunya atau orang lain yang berada disekitarnya.

IV. URAIAN TERJADINYA KECELAKAAN

Diisi secara kronologis tentang terjadi kecelakaan dengan cara mengumpulkan informasi dari saksi-saksi yang ada. Apabila tidak memungkinkan mendapatkan informasi (tidak ada sumber informasi). Pegawai Pengawas mengisi kemungkinan terjadinya kecelakaan berdasarkan logika setelah mempelajari jalannya mesin/peralatan/proses dan cara kerja yang telah dilakukan oleh korban kecelakaan.
Disamping uraian terjadinya kecelakaan, juga sedapat mungkin dimasukan dalam kolom ini segala informasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi korban dalam melakukan pekerjaannya.
Contoh:
- Dalam keadaan sakit.
- Kurang tidur
- Marah-marah, dan sebagainya.

V. SUMBER KECELAKAAN

Untuk menentukan sumber kecelakaan dapat digunakan pedoman sebagai berikut:
a. pilihlah benda, bahan, zat atau pemapar lainnya yang tidak aman dan apabila dieliminir maka kecelakaan yang bersangkutan tidak akan terjadi.
b. Apabila tidak terdapat benda, bahan atau zat yang berbahaya/tidak aman sebagaimana dimaksud pada huruf a, pilihlah benda atau bahan atau zat yang kontak langsung dengan korban.
Contoh:
Terjepit conveyor
Kolom kode yang diisi adalah B5.

VI. TYPE KECELAKAAN

Cara untuk menetapkan type kecelakaan yang paling mendekati yaitu berdasarkan proses terjadinya hubungan atau kontak sumber kecelakaan dengan luka atau sakit yang diderita korban.
Type kecelakaan berdasarkan penggolongannya adalah : tertangkap pada, dalam dan diantara benda (dalam hal ini adalah tertangkap diantara dua benda) dengan kolom kode yang diisi C3.

VII. PENYEBAB KECELAKAAN

Untuk menetapkan sebab utama kecelakaan yang terdiri dari kondisi yang berbahaya adalah diambil salah satu dari fakta yang didapat dengan mengisi kolom kode D dan E. Apabila terdapat lebih dari satu kondisi dan tindakan yang berbahaya, maka dipilih salah satu diantaranya yang paling erat kaitannya dengan type kecelakaan yang ditentukan.

VIII. SYARAT-SYARAT YANG DIBERIKAN

Syarat yang diberikan untuk mencegah agar kasus kecelakaan yang serupa tidak terulang kembali adalah dengan cara menetapkan tindakan yang harus diambil dan apabila dilakukan maka kecelakaan tersebut tidak akan terjadi.
Syarat tersebut harus mengacu prinsip sebagai berikut:
- Biaya yang dikeluarkan seminimal mungkin (murah).
- Dapat dilakukan atau dikerjakan.
- Efektif dalam menghindari terjadinya kecelakaan.
- Tidak mengganggu proses produksi dan pemeliharaan.

IX. TINDAKAN LEBIH LANJUT

Adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai setelah dilakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan.
Tindakan tersebut dapat berupa antara lain:
- Rekomendasi kepada pimpinan untuk menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut dalam kaitan kasus-kasus kecelakaan yang serupa.
- Tindakan dalam kaitan jaminan kecelakaan kerja.
- Penyelidikan terdapat penanggung jawab terjadinya kecelakaan.
- Pembinaan yang perlu segera dilakukan di perusahaan yang bersangkutan.
- Dan sebagainya.

X. HAL-HAL YANG PERLU DILAPORKAN

Hal-hal lain yang perlu dilaporkan
Adalah hal-hal yang berkaiatan dengan kasus kecelakaan ataupun perusahaan yang bersangkutan misalnya:
- Tindakan yang telah diambil pengurus perusahaan setelah terjadinya kasus kecelakaan.
- Dampak terhadap lingkungan peralatan atau karyawan lainnya.
- Pengalaman atau latar belakang korban.
- Latar belakang perusahaan misalnya: merupakan anak perusahaan/induk perusahaan atau salah satu group perusahaan tertentu.
Disamping itu dapat dilaporkan juga jumlah jam kerja per hari dari seluruh karyawan dalam jam, serta jumlah hari orang yang hilang dalam hari orang.

XI. KOLOM KODE

Pada sebelah kanan bentuk pengkajian terdapat kolom empat persegi (kotak) yang diperlukan mengisi kode dari sisi laporan. Kolom tersebut sebagaian ada yang telah terisi dan sebagian masih kosong.
Cara mengisi kolom yang masih kosong tersebut dengan daftar sebagai berikut:

1. DATA KORBAN

A : jumlah korban
A1 : jumlah korban laki-laki
A2 : jumlah korban perempuan
A3 : umur korban dikelompokan berdasarkan usia: A3.1 : kurang dari 10 tahun
A3.2 : antara 11 s/d 20 tahun A3.3 : antara 21 s/d 30 tahun A3.4 : antara 31 s/d 40 tahun A3.5 : antara 41 s/d 50 tahun A3.6 : antara dari 51 tahun
Akibat Kecelakaan
A4 : Jumlah korban yang mati
A5 : Jumlah korban yang luka berat
A6 : Jumlah korban yang luka ringan
Keterangan cidera/bagian tubuh yang cidera
A7 : kepala A8 : mata A9 : telinga A10 : badan A11 : lengan A12 : tangan
A13 : jari tangan
A14 : paha
A15 : kaki
A16 : jari kaki
A17 : organ tubuh bagian dalam

2. SUMBER KECELAKAAN

B1 : Mesin (mesin pons, mesin press, gergaji, mesin bor, mesin tenun, dan lain-lain).
B2 : Penggerak mula dan pompa (motor bakar, pompa angin/kompressor, pompa air, kipas angin, penghisap udara, dan lain-lain).
B3 : lift (lift untuk orang atau barang baik yang digerakkan dengan tenaga uap, listrik, hydraulik, dan lain-lain).
B4 : Pesawat angkat (keran angkat, derek, dongkrak, takel, lir, dan lain- lain).
B5 : Conveyor (ban berjalan, rantai berjalan, dan lain-lain).
B6 : Pesawat angkut (lori, forklift, gerobag, mobil, truck, cerobong penghantar, dan lain-lain).
B7 : Alat transmisi mekanik (rantai, pulley, dan lain-lain).
B8 : Perkakas kerja tangan (pahat, palu, pisau, kapak, dan lain-lain).
B9 : Pesawat uap dan bejana tekan (ketel uap, bejana uap, pemanas air, pengering uap, botol baja, tabung bertekanan, dan lian-lain).
B10 : peralatan listrik (motor listrik, generator, transformator, ornamen listrik, zakering, sakelar, kawat penghantar, dan lain-lain).
B11 : Bahan kimia (bahan kimia yang mudah meledak, atau menguap, beracun, korosif, uap logam, dan lain-lain).
B12 : Debu berbahaya (debu yang mudah meledak, debu organik, debu anorganik seperti debu asbes, debu silika, dan lain-lain).
B13 : Radiasi dan bahan radioaktif (radium, cobalt, sinar ultra, sinar infra, dan lain-lain).
B14 : Faktor lingkungan (contoh: iklim kerja, tekanan udara, geteran,
bising, cahaya, dan lain-lain).
B15 : Bahan mudah terbakar dan benda panas (lak. Film. Minyak, kertas, kapuk, uap, dan lain-lain).
B16 : Binatang (serangga, cacing, binatang buas, bakteri, dan lain-lain).
B17 : Permukaan lantai kerja (lantai, bordes, jalan, peralatan, dan lain- lain).
B18 : Lain-lain (perancah, tangga, peti, kaleng, sampah, benda kerja, dan lain-lain).

3. TYPE KECELAKAAN

C1 : Terbentur (pada umumnya menunjukan kontak atau persinggungan dengan benda tajam atau benda keras yang mengakibatkan tergores, terpotong, tertusuk, dan lain-lain).
C2 : Terpukul (pada umumnya karena yang jatuh, meluncur, melayang, bergerak, dan lain-lain).
C3 : Tertangkap pada, dalam dan diantara benda (terjepit, tergigit, tertimbun, tenggelam, dan lain-lain).
C4 : Jatuh dari ketinggian yang sama.
C5 : Jatuh dari ketinggian yang berbeda. C6 : Tergelincir.
C7 : Terpapar (pada umumnya berhubungan dengan temperatur, tekanan udara, getaran, radiasi, suara, cahaya, dan lain-lain).
C8 : Penghisapan, penyerapan (menunjukan proses masuknya bahan atau zat berbahaya ke dalam tubuh, baik melalui pernafasan ataupun kulit dan yang pada umumnya berakibat sesak nafas, keracunan, mati lemas, dan lain-lain).
C9 : Tersentuh aliran listrik. C10 : Dan lain-lain.

4. KONDISI YANG BERBAHAYA

D1 : Pengamanan yang tidak sempurna (sumber kecelakaan tanpa alat pengaman, atau dengan alat pengaman yang tidak mencukupi atau rusak atau tidak berfungsi, dan lain-lain).
D2 : Peralatan/bahan yang tidak seharusnya (mesin, pesawat, peralatan atau bahan yang tidak sesuai atau berbeda dari keharusan, faktor lainnya dan lain-lain).
D3 : Kecacatan, ketidaksempurnaan (kondisi atau keadaan yang tidak semestinya, misalnya: kasar, licin, tajam, timpang, aus, retak, rapuh, dan lain-lain).
D4 : Pengaturan prosedur yang tidak aman (pengaturan prosedur yang
tidak aman pada atau sekitar sumber kecelakaan, misalnya: penyimpanan, peletakan yang tidak aman, di luar batas kemampuan, pembebanan lebih, faktor psikososial, dan lain-lain).
D5 : Penerapan tidak sempurna (kurang cahaya, silau, dan lain-lain).
D6 : Ventilasi tidak sempurna (pergantian udara segar yang kurang, sumber udara segar yang kurang, dan lain-lain).
D7 : Iklim kerja yang tidak aman (suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, kelembaban udara yang berbahaya, faktor biologi, dan lain-lain).
D8 : Tekanan udara yang tidak aman (tekanan udara yang tinggi dan yang rendah, dan lain-lain).
D9 : Getaran yang berbahaya (getaran frekuensi rendah, dan lain-lain). D10 : Bising (suara yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas).
D11 : Pakaian, kelengkapan yang tidak aman (sarung tangan, respirator, kedok sepatu keselamatan, pakaian kerja, dan lain-lain, tidak tersedia atau tidak sempurna/cacat/rusak, dan lain-lain).
D12 : Kejadian berbahaya lainnya (bergerak atau berputar terlalu lambat, peluncuran benda, ketel melendung, konstruksi retak, korosi, dan lain-lain).

5. TINDAKAN YANG BERBAHAYA

E1 : Melakukan pekerjaan tanpa wewenang, lupa mengamankan, lupa memberi tanda/peringatan.
E2 : Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
E3 : Membuat alat pengaman tidak berfungsi (melepaskan, mengubah, dan lain-lain).
E4 : Memakai peralatan yang tidak aman, tanpa peralatan.
E5 : Memuat, membongkar, menempatkan, mencampur, menggabungkan dan sebagainya dengan tidak aman (proses produksi).
E6 : Mengambil posisi atau sikap tubuh tidak aman (ergonomi).
E7 : Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya ( misalnya membersihkan, mengatur, memberi pelumas, dan lain-lain).
E8 : Mengalihkan perhatian, mengganggu, sembrono/dakar, mengagetkan, dan lain-lain).
E9 : Melalaikan penggunaan alat pelindung diri yang ditentukan. E10 : Lain-lain.

C. MEKANISME ADMINISTRASI DAN PENGKAJIAN I. TINGKAT KANDEP

1. Laporan kejadian kasus kecelakaan sumbernya terdiri dari:
a. anggota masyarakat.
b. Pengurus atau pengusaha melalui bentuk laporan resmi.
c. Hasil temuan Pegawai Pengawas pada waktu mengadakan pemeriksaan rutin.
2. Dari sumber atau temuan Pegawai Pengawas, Kepala Kandepnaker setempat mengeluarkan surat perintah kepada Pegawai Pengawas untuk m engadakan Pemeriksaan tempat Kejadian perkara (TKP).
3. Pegawai Pengawas setelah mengadakan pemeriksaan TKP segera melakukan pengkajian kecelakaan dengan mempergunakan bentuk/formulir yang telah ditetapkan.
4. Hasil pengkajian kecelakaan dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil Depnaker setempat 1 (satu) exemplar dan 1 (satu) sebagai arsip di Kandepnaker setempat.
5. Setiap pengirim hasil pengkajian kecelakaan harus diberikan nomor urut tersendiri dengan kode wilayah masing-masing sesuai kode surat yang ada.

II. TINGKAT KANWIL

1. Laporan pengkajian kecelakaan dari Kandep ke Kanwil, datanya dianalisis per Kandep dan per Sektor.
2. Dari data pengkajian ayng ada Kanwil menghitung angka tingkat kekerapan (Frequency Rate) dan angka tingkat keparahan (Severity Rate) untuk setiap Kandep/Sektor dan FR, SR Kanwil masing-masing.
3. Rumus yang dipergunakan untuk menghitung tingkat kekerapan (FR) adalah:
Jumlah Kecelakaan X 1.000.000 : Jumlah jam/orang

Untuk menghitung tingkat keparahan (SR) adalah:
Jumlah hari hilang X 1.000.000 : Jumlah jam/orang

Waktu kerja per orang diambil rata-rata 7 jam hari atau 40 jam/minggu.
Untuk menentukan kerugian hari kerja yang hilang dapat dilihat dalam tabel
(lampiran II).

4. Analisis statistik kecelakaan Kanwil diteruskan ke Pusat/Dit. PNKK untuk dihimpun menjadi data nasional.



KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN NO : KEP. 407/BW/1999 TENTANG PERSYARATAN, PENUNJUKAN, HAK DAN KEWAJIBAN TEKNISI LIFT


Menimbang :

a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 27 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1999 perlu diatur mengenai persyaratan, penunjukan, hak dan kewajiban teknisi lift yang mengerjakan pemasangan, perbaikan dan atau perawatan lift;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara R.I. Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No. 2918);
2. Keputusan presiden R.I. No. 122/M/1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1988 tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI 225-1998 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
(1) Lift adalah pesawat dengan peralatan yang mempunyai kereta bergerak naik turun mengikuti rel pemandu yang dipasang pada bangunan dan digunakan untuk mengangkut orang dan barang atau khusus barang.
(2) Pemasangan lift adalah kegiatan merakit bagian dan komponen lift sehingga menjadi satu kesatuan pesawat lift.
(3) Perawatan lift ialah kegiata merawat dan atau memperbaiki lift untuk agar menjaga kondisi lift tetap dalam keadaan baik dan selalu siap dioperasikan dengan aman.
(4) Palayanan lift ialah cara mengoperasikan pesawat lift dengan baik dan aman. (5) Menteri ialah Menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
(6) Direktur ialah sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. Kep. 79/MEN/77
(7) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
(8) Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut PJK3 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-04/MEN/1995 dibidang lift.
(9) Penyelia adalah orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan memimpin dan mengkoordinasikan pekerjaan pemasangan atau pengoperasian lift.
(10) Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift ialah orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk mengerjakan, memperbaiki dan atau merawat lift.
(11) Teknisi Penyetel (adjuster) lift ialah orang yang mempunyai keahlian dan kete- rampilan melakukan pekerjaan komisoning, pemeriksaan dan pengujian untuk menetapkan kelaikan operasi lift.
(12) Surat ijin operasi ialah bukti pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi untuk menjalankan tugas sebagai teknisi lift.

Pasal 2

(1) Setiap pekerjaan pemasangan, perawatan dan atau perbaikan serta pengoperasian lift harus dikerjakan oleh teknisi lift.
(2) Teknisi lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan:
a. Penyelia/Pengawas pemasangan lift;
b. Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift;
c. Teknisi penyetel (adjuster) lift;
d. Penyelia/Pengawas operasi lift.

Pasal 3

(1) Setiap pemasangan, perawatan dan atau perbaikan lift harus dilaksanakan oleh Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) pemasangan, perawatan dan atau perbaikan lift yang telah mendapat penunjukan Menteri Tenaga Kerja.
(2) PJK3 pemasangan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan c.
(3) PJK3 perawatan dan atau perbaikan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b dan c.
(4) Tempat kerja atau perusahaan yang memiliki fasilitas lift wajib memiliki teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d.

Pasal 4

Teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus memiliki surat ijin operasi/kerja dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB II SYARAT-SYARAT

Pasal 5

Untuk mendapatkan surat ijin operasi penyelia/pengawas pemasangan lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan listrik, mesin, sipil atau SMU jurusan IPA;
b. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pemasang lift;
c. Lulus bimbingan teknis penyelia/pengawas pemasangan lift.

Pasal 7

Untuk mendapatkan surat ijin operasi teknisi penyetel (adjuster) lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU jurusan IPA;
b. Pengalaman kerja pada pemasangan, perawatan atau perbaikan lift sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi teknisi penyetel (adjuster) lift.

Pasal 8

Untuk mendapatkan surat ijin operasi penyelia/pengawas operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada bagian teknik/engineering sekurag-kurangnya selama 3 (tiga) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi penyelia/pengawas operasi lift.

Pasal 9

(1) Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada pasal 5 huruf c, pasal 6 huruf c, pasal 7 huruf c dan pasal 8 huruf c diselenggarakan oleh perusahaan jasa pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri;
(2) Kurikulum bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan lampiran II Keputusan ini;
(3) Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Direktur dapat mengubah kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 10

(1) Pemberian surat ijin teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 berdasarkan permohonan tertulis pengurus atau pengusaha tempat kerja atau perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift kepada Menteri dengan melampirkan:
a. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
b. Salinan ijazah sesuai dengan yang dipersyaratkan;
c. Salinan sertifikat bimbingan teknis sesuai dengan yang dipersyaratkan;
d. Surat keterangan pengalaman kerja sesuai dengan yang dipersyaratkan;
(2) Surat ijin operasi diberikan setelah memperhatikan pertimbangan dari Direktur.

Pasal 11

(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diperpanjang lagi.
(2) Untuk mendapatkan perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengurus atau pengusaha tempat kerja atau perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift harus mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan:
a. Salinan surat ijin operasi teknisi lift;
b. Laporan kegiatan selama 4 (empat) tahun terakhir.

Pasal 12

(1) Perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, dikeluarkan setelah dilakukan evaluasi oleh Direktur.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemampuan dan keterampilan teknisi lift.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur dalam waktu selama-lamanya 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan perpanjangan menetapkan persetujuan atau penolakan perpanjangan.
(4) Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur.

Pasal 13

(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) tidak berlaku apabila yang bersangkutan:
a. Mengundurkan diri;
b. Meninggal dunia;
c. Cacat jasmani atau rohani akibat kecelakaan kerja sehingga tidak mampu menjalankan tugas.
(2) Surat ijin operasi teknisi lift dicabut apabila yang bersangkutan terbukti:
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Melakukan kesalahan, kelalaian atau kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan berbahaya;
c. Tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan dalam keputusan ini.


BAB III HAK DAN KEWAJIBAN TEKNISI LIFT

Pasal 14

Teknisi lift berhak untuk:
a. Memasuki tempat kerja yang memasang, memperbaiki, merawat atau mengoperasikan lift;
b. Memasang, memperbaiki, merawat dan mengoperasikan lift;
c. Mengambil tindakan dalam upaya pengamanan terhadap keadaan darurat operasi pesawat lift;
d. Memeriksa, menguji, menyetel dan mengevaluasi keadaan lift;
e. Menetapkan kelaikan pesawat itu.

Pasal 15

Teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berkewajiban untuk:
a. Mentaati peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Melaporkan kondisi lift yang menjadi tanggungjawabnya jika tidak aman atau tidak layak pakai kepada atasan langsung;
c. Bertanggungjawab atas hasil pemasangan, perbaikan, perawatan dan pengoperasian lift;
d. Membentu pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian lift.

Pasal 16

Hak dan kewajiban teknisi lift harus sesuai dengan klasifikasi, kualifikasi dan kompetensi masing-masing teknisi, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I Keputusan ini.


BAB IV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 November 1999
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
ttd.
MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN
NIP. 160008975

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN NO. : KEP. 311/BW/2002 TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TEKNISI LISTRIK


Menimbang :

a. bahwa listrik mengandung potensi bahaya yang dapat mengancam keselamatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di dalam lingkungan tempat kerja, dan mengancam keamanan bangunan beserta isinya;
b. bahwa untuk menjamin keamanan dan keselamatan terhadap instalasi listrik, harus direncanakan, dipasang, diperiksa dan diuji oleh orang yang berkompeten dan memiliki ijin kerja sebagaimana dimaksud dalam Standar Nasional Indonesia SNI 04-0225 Tahun 2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik Tahun 2000 (PUIL-2000);
c. bahwa untuk itu dikeluarkan ketentuan dan persyaratan kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja bagi teknis listrik yang ditetapkan dengan Surat Keputusan.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
2. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;
4. Keputusan Presiden RI No. : 228 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royang;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.No. Kep-23/Men/2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No. Kep-75/Men/2002 tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia SNI-04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja.


Menetapkan :

PERTAMA : Setiap teknisi yang diserahi tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan, pemeriksaan, pengujian dan perbaikan instalasi listrik harus memenuhi syarat kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja listrik yang dibuktikan dengan sertifikat dan lisensi keselamatan dan kesehatan kerja listrik.
KEDUA :
a. Untuk mendapatkan sertifikat dan lisensi sebagaimana dimaksud pada amar pertama, teknisi listrik wajib mengikuti pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja listrik dan dinyatakan lulus;
b. Mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja listrik seperti tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA : Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja listrik sebagaimana dimaksud amar kedua dapat dilaksanakan oleh perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.04/Men?1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana semestinya.


Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 6 September 2002
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Ttd.
MUZNI TAMBUSAI
NIP. 140058574


LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TEKNISI LISTRIK
No. : KEP-311/BW/2002
TANGGAL : 6 September 2002

KOMPETENSI, KURIKULUM DAN SYARAT PESERTA BIMBINGAN TEKNIK SERTIFIKASI K3 TEKNISI LISTRIK

A. KOMPETENSI

1. Umum

Dapat melakukan pekerjaan pamasangan, pengoperasian dan pemeliharaan instalasi listrik secara benar dan aman bagi dirinya, orang lain, peralatan dan aman dalam pengoperasiannya.

2. Akademik

Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya listrik
b. Cara pencegahan bahaya listrik c. Prosedur kerja selamat
d. Membaca gambar
e. Memeriksa dan menguji instalasi listrik f. Dasar-dasar teknik kelistrikan
g. Peraturan dan standar kelistrikan

3. Keterampilan Teknik

Dapat melakukan pekerjaan dengan benar antara lain :
a. melaksanakan pekerjaan pemasangan instalasi listrik b. malaksanakan pekerjaan perawatan instalasi listrik
c. mempergunakan alat ukur listrik d. mengoperasikan instalasi listrik
e. mengidentifikasi dan mendeteksi bahaya listrik
f. melakukan tindakan pertolongan pertama kecelakaan listrik


B. MATA PELAJARAN

1. peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja listrik (Modul 1) 2 jam
2. dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja listrik (Modul 2) 3 jam
3. Dasar-dasar teknik instalasi listrik (Modul 3) 3 jam
4. Identifikasi bahaya listrik (Modul 4) 2 jam
5. Sistem pengamanan (Modul 5) 5 jam
6. Persyaratan instalasi listrik ruang khusus (Modul 6) 3 jam
7. Sistem proteksi bahaya petir (Modul 7) 2 jam
8. Klasifikasi pembebanan (Modul 8) 3 jam
9. Pengukuran listrik (Teori dan Praktek) (Modul 9) 10 jam
10. Pertolongan pertama kecelakaan listrik (Modul 10) 2 jam
11. Evaluasi 3 jam
Jumlah jam pelajaran (minimal) 40 jam


C. PERSYARATAN PESERTA

1. sehat jasmani dan rohani.
2. berpendidikan serendah-rendahnya STM atau sederajat.
3. pengalaman kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai teknisi listrik.


Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 6 September 2002
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
ttd.
MUZNI TAMBUSAI NIP. 140058574

SURAT EDARAN DAN KEPUTUSAN DIRJEN PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin