Sunday, August 12, 2018

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP



1. Peraturan Uap tahun 1930 (Stoom Verordening)

2. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida

3. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan

4. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnia dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi




PERATURAN UAP (STOOM VERORDENING) STOOM VERORDENING 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA PERATURAN UAP. TAHUN 1930.



Pasal 1
“Ketel uap yang dimaksud dalam pasal 1 dari undang-undang uap 1930 dibagi atas:
a. ketel-ketel uap dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya adalah lebih besar dari 1/2 kg tiap cm2 melebihi tekanan udara luar, dan
b. ketel-ketel uap dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya paling tinggi 1/2 kg cm2 melebihi tekanan udara luar (ketel-ketel uap tekanan rendah)

Pasal 2
Pesawat-pesawat uap yang dimaksud dalam pasal 1 dari Undang-undang uap 1930 adalah:
a. Pemanas-pemanas air diperuntukan guna mempertinggi temperatur dari air pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran.
b. Pengering-pengering uap diperuntukan guna mempertinggi temperatur dari uapnya, dengan jalan pemanasan dari hawa pembakaran. Bila pesawat-pesawat ini bersambungan langsung dengan ketel uapnya, maka ia dianggap bersatu dengan ketel uapnya.
c. Penguap-penguap diperuntukan guna membuat air sulingan dengan jalan pemanasan dengan uap, dan
d. Bejana-bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung dimaksudkan uap dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat yang disebut dalam ayat c.”

Pasal 3
1. Pipa-.pipa uap penghubung termasuk bejana-bejana uap hanya bila garis tengah ukuran daya melebihi 450 mm.
2. ‘Cylinder-cylinder dan salut-salut uap dari mesin-mesin uap tidak termasuk bejana uap. Pipa-pipa Uap diperuntukan guna memanasi bahan cair pula tidak termasuk bejana Uap.”

Pasal 4
1. ”Seseorang yang menghendaki pengesahan atas gambar rencana dimaksud dalam pasal 5 dari undang-undang uap 1930, pesawat uap yang diperuntukan gunakan dipakai di Indonesia, harus untuk keperluan itu mengajukan surat permohonan bermaterai. Di Indonesia pada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, di Negeri Belanda pada perwakilan dari Jawatan tersebut yang berada pada Departemen urusan jajahan dengan melampirkan gambar kalk dan dua afdruknya, dengan skala tidak kurang dari 1 : 12, dengan ukuran-ukuran tertulis lengkap dan selanjutnya dengan keterangan-keterangan dari bahan-bahan yang akan dipakai guna pembuatan pesawat uapnya..
2. ”Jika pengesyahan yang dimintakan itu diberikan, maka kalk dan sehelai afdruknya dengan dibubuhi tanda pengesyahan dikembalikan pada pemohon”
3. “Sesuatu pengesyahan yang diberikan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia dapat sewaktu-waktu dicabut oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan kepada perwakilannya dan pula pada yang bersangkutan, diberitahukan dengan segera tentang pencabutan itu dengan menerangkan alasan-alasan yang menyebabkan pencabutannya.”
”Pencabutan itu tidak berlaku atas pesawat-pesawat uap yang telah dimulai pembuatannya”.
Waktu pemberian tahu, seperti yang dimaksud tadi diterima oleh yang bersangkutan.”

Pasal 5
1. Diharuskan membayar pada Negara untuk pemeriksaan di Indonesia atas gambar- gambar mengenai ketel uap Rp. 30,- mengenai pesawat uap lainnya Rp. 20,- ini suatu pesawat uap lainnya yaitu selain ketel uap yang di maksud. Suatu alat yang termasuk perlengkapan dari sesuatu pesawat uap, yang gambarnya tidak bersama diajukan dengan gambar pesawat uapnya yakni jumlah Rp. 20,-.
2. Jika pemeriksaan dimaksud dalam ayat 1 mengharuskan diadakan penyelidikan- penyelidikan bahan, maka biaya yang berhubungan dengan penyelidikan-penyelidikan bahan itu, dibebankan pada yang meminta diperiksa gambar-gambar itu”.
3. “Gambar-gambar rencana yang diajukan itu tidak dikembalikan pada pengirimannya, hanya setelah dipertunjukan kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja suatu keterangan yang menyatakan, bahwa jumlah yang menurut ayat 1 telah dibayarkan di kas Negeri atau salah satu kantor dari Jawatan Pengawasan Kese- lamatan Kerja.”

Pasal 6
1. “Seorang yang menghendaki ijin untuk menjalankan sesuatu pesawat uap, dimaksud dalam pasal 6 dari Undang-undang uap 1930, harus untuk kepengawasan Keselamatan Kerja disertai dengan afdruk yang dibubuhi tanda pengesahan dari gambar rencana yang telah disahkan dimaksud dalam pasal 5 ayat 1, atau bila tidak ada pemeriksaan seperti dimaksud dalam pasal yang disebut terakhir ini, disertai dengan gambar pembuatan dari pesawat uapnya dengan skala 1 : 12 yang digambarkan dengan ukuran-ukuran tertulis lengkap dan bila pesawatnya akan di tembok pula disertai dengan gambar penembokannya, dalam gambar mana dimuat semua ukuran yang diperlukan untuk perhitungan dari luas pemasangannya.
2.
a. “Surat permohonan itu memuat keterangan nama pembuat dan tempat dimana terletak pabriknya, tahun pembuatan, pula pabrik nomor dan pesawat uapnya.
b. Tujuan pemakaian dari pesawat uapnya.
c. Bagi ketel-ketel uap, besar luas pemanasan dan jumlah luas panggangnya terhitung dalam M2. Bagi pemanas-pemanas air, pengering-pengering uap dan penguap-penguap luas pemanasannya dalam M2, bagi bejana-bejana uap bukan penguap, garis tengah terkecil dari pipa-pipa pemberi uap dan isinya dalam dm3, dan bila ia diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya, pula dari luas pemanasan dari ruangan untuk bahan cair tersebut. (Dengan luas pemanasan diartikan bidang yang kena hawa pembakaran atau uap yang memanasinya).
d. Tekanan yang sebenarnya yang tertinggi dalam kg/cm yang dikehendaki bagi pesawat uapnya (dengan tekanan sebenarnya diartikan selisih dari tekanan yang ditimbulkan uapnya, dengan tekanan dari udara tercemar yang sama-sama menekan pada dinding-dinding dari pesawat uapnya. Dalam pada mana 1 atmosfir ditetapkan sama dengan 1 kg/cm2. (Disini dipakailah detecnischeatmosfir).
e. Bahan-bahan yang dipakai guna pembuatan pesawat uapnya dalam berbagai bagian-bagiannya, kecuali bila ini telah ternyata dari gambar pembuatan tersebut diatas.
f. Tingkap-tingkap pengamanannya dan ukuran-ukurannya serta perlengkapan selanjutnya dari pesawat uapnya, dan
g. Tempat dimana pesawat uapnya telah dipasangkan atau akan dipasangkan dan waktu kapan pesawat uapnya menurut yang ditetapkan dalam pasal 7 dari undang- undang uap 1930, akan dapat diperiksa dan diuji.”
3. Jika pesawat uap telah pernah dipakai dahulunya di Indonesia, maka ini harus diterangkan dalam surat permohonannya, bila mungkin dengan mempertunjukan atau melampirkan Akte Ijin dahulunya.”
4. “Surat permohonan itu diajukan oleh pemohon pada pegawai yang diserahi pengawasan atas pesawat-pesawat uap di dalam wilayah dimana pesawat uapnya hendak dipakai.”

Pasal 7
‘Tidak diperlukan Akte Ijin:
a. Bagi ketel-ketel uap yang mempunyai jumlah tidak melebihi 0,2 sebagai hasil kalian dari jumlah luas pemanasannya dalam M2 dengan jumlah tekanan sebenarnya yang tertinggi dalam Kg/cm2 kecuali bila tekanan lebih besar dari 2 atmosfeer.
b. Bagi pemanas air yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 50 mm atau kurang.
c. Bagi pengering-pengering uap yang tidak langsung bersatu dengan ketel uapnya, yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 25 mm atau kurang.
d. Bagi bejana-bejana uap yang diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan, sepertinya peti-peti embun, penampung-penampung uap dan sebagainya yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sama dengan atau lebih kecil dari 450 mm, atau jumlah hasil kalian dari isinya dalam dm2 dengan tekanan uapnya tiap kg/cm2 tidak melebihi angka 600 dan pula untuk bejana-bejana uap semacam itu yang mempunyai isi, tidak mengingat tekanannya, kurang dari 100 dm3.
e. Bagi bejana-bejana uap yang diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan, seperti bejana-bejana penguap pertama, air tebu dan sebagainya mempunyai jumlah maksud dibawah dan tidak melebihi angka 300 dan pula bagi bejana uap semacam itu yang mempunyai isi tidak mengikat tekanannya kurang dari 75 dm3.”

Pasal 8
“Akte Ijin itu adalah diberikan setelah pesawat uapnya oleh Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja diperiksa dan diuji menurut yang ditetapkan dalam pasal berikut”.

Pasal 9
“Pemeriksaan pesawat-pesawat uap seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini terdiri atas semua tindakan atau pekerjaan yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian bahwa pada pembuatan dan perlengkapan dari pesawat-pesawat uap itu memenuhi yang ditetapkan dalam pasal 10 s/d 27.”

Pasal 10
1. ‘Tebal plat dari pesawat-pesawat uap dan ukuran-ukuran dari bagian-bagiannya yang bersatu padu, berhubung dengan jenis bahan yang dipakai dan keadaaan pelaksanaan atau pekerjaannya, harus memberikan cukup jaminan keselamatan dalam pemakaiannya.
2. Dasar-dasar guna mempertimbangkan apakah telah dipenuhi syarat-syaratnya itu adalah ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dan diumumkan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia dengan secara yang akan ditetapkan olehnya perubahan-bahan-perubahan dalam dasar-dasar itu dilakukan secara itu juga.
3. Jika ternyata bahwa sesuatu pesawat uap telah dibuatkan sama sekali, sesuai dengan gambar rencana yang disyahkan menurut pasal 4, maka pemeriksaan apakah dipenuhi dasar-dasar dimaksud dalam ayat sebelum ini dari pasal ini, tidak diadakan lagi.”

Pasal 11
1. ”Pada atau untuk ketel-ketel uap adalah besi cor atau besi tiang hanya dapat dipergunakan:
a. Untuk ketel-ketel uap yang bekerja dengan tekan kerja yang tidak lebih dari 3 kg/cm3 dan mempunyai isi tidak lebih dari 100 dm3.
b. Untuk ketel-ketel uap tekanan rendah.”
c. “Untuk salut-salut uap dari cylinder-cylinder dari mesin-mesin uap yang langsung bersambungan dengan ketel uapnya, jadi yang termasuk bagian dari ketel uapnya, bila mesin-mesin uap itu dipasangkan diatas ketel uapnya.
d. Untuk bagian-bagian berukuran kecil, yang mana tidak akan menimbulkan bahaya. Dengan ini tidak termasuk bagian-bagian yang sewaktu-waktu harus ditanggalkan, (dibuka), seperti tutup-tutup dari lubang-lubang lalu orang, dan lubang-lubang pembuangan kotoran sambungan-sambungan dari ujung pipa-pipa dari ketel-ketel uap berpipa air dan sebagainya, keterangan-keterangan, katup- katup, rumah-rumah dari tingkap-tingkap pengaman bila garis tengah dari lubang penyalur uapnya melebihi 102 mm dan pula tekanan uap sebenarnya melebihi 10 kg/cm dengan pengertian, bahwa mengenai bagian-bagian dimaksud diatas ini dengan besi tuang itu tidak diartikan bahan-bahan yang ternyata oleh pengolahan istimewa dibuatkan cukup liat.(besi tuang yang dapat ditempa).
2. Dilarang memakai pemanas-pemanas air dengan pengering-pengering uap yang sama sekali atau untuk sebagian dibuat dari besi tuang, kecuali bila garis tengah ukuran dalam dari pipa yang kena hawa pembakaran berjumlah 200 mm atau kurang”.
3. “Pada penguap-penguap adalah dilarang memakai tutup-tutup dari besi tuang bila ini mempunyai dinding dobel dan didalamnya dimasukkan uap.”
4. ”Kuningan hanya dapat dipakai untuk alat perlengkapan dari pesawat-pesawat uap yang untuknya tidak disyaratkan lain bahan. Untuk pipa-pipa api dari ketel-ketel uap yang mempunyai garis tengah ukuran dalam disyarakat lain bahan. Untuk pipa-pipa api dari ketel-ketel uap yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 10 cm dan untuk pipa-pipa pemanas dari pesawat-pesawat uap.”
5. “Dimana dalam peraturan ini disyaratkan pemakaian dari perunggu, dapat pula dipakai lain-lain bahan campuran, sepanjang dinyatakan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, bahwa bahan campuran itu sekurang-kurangnya sama baiknya untuk tujuan pemakaiannya.”

Pasal 12
”Tiap ketel uap harus diberi perlengkapan sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya dua tingkap pengaman, yang baik pembuatannya dan berukuran yang cukup, dipasangkan pada ketel uapnya sendiri atau pada kamar uapnya atau penuknya.”
b. Sekurang-kurangnya satu pedoman tekanan.”
c. ”Sekurang-kurangnya dua keterangan coba atau pengukur air, dan satu gelas pedoman air memakai keterangan sembur, yang dapat ditusuk sewaktu ketelnya beruap atau dua gelas pedoman air semacam itu.”
d. “Sekurang-kurangnya dua alat pengisi, yang tidak bergantungan satu sama lainnya, yang masing-masing dapat memberikan kebutuhan air pada ketel uapnya dengan leluasa, dimana sekurang-kurangnya satu dari alat-alat ini harus dapat bekerja sendiri. Dengan alat pengisi yang dapat bekerja sendiri, diartikan pompa uap, injecteur- injecteur dan alat-alat yang tidak tergantung pada mesin induknya.”
e. “Suatu alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan kekurangan air dalam ketel uapnya lepas dari machinist atau tukang pengladennya.”
f. “Suatu tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan.”
g. “Suatu kerangan memakai plendes berukuran 40 mm garis tengahnya dan 8 mm tebalnya untuk padanya dipasangkan pedoman tekanan coba.”
h. “Suatu kerangan pembuang atau katub yang dipasangkan yang baik pada ketel uapnya, baik langsung maupun memakai suatu pipa dari tembaga, perunggu baja cair atau baja tuang, pipa mana tidak boleh kena tembokan.
i. “Suatu plat yang dipasangkan memakai 4 baut tembaga, memakai kepala yang terpendam yang mempunyai garis tengah sekurang-kurangnya 10 mm, pada plaat mana harus tertera jelas dan utuh:
1. tekanan uap yang tertinggi yang diperbolehkan dalam kg, tiap cm dan
2. tahun dan tempat pembuatannya pula mana dan pembuatnya.”
j. ”Lubang-lubang lalu orang dan lumpur seperlunya.”



Pasal 13
“Ketel-ketel uap tekanan rendah harus diberi perlengkapan sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya satu gelas pedoman air;
b. Sekurang-kurangnya satu alat pengisi;
c. Satu pipa pengaman terbuka, yang ujungnya berada pada tinggi batas air terendah, mempunyai garis tengah ukuran dalam sekurang-kurangnya 50 mm dan mempunyai jarak antara ujung-keujung diukur secara tegak lurus paling besar 5 M;
d. Suatu kerangan pembuangan, dan
e. Suatu plaat nama sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 12 dibawah j.”

Pasal 14
1. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai isi kurang dari 500 dan diperuntukan guna bekerja paling tinggi 3 kg/cm adalah cukup satu tingkap pengaman seperti dimaksud dalam pasal 12 ayat a.
2. “Dua atau lebih ketel-ketel uap yang mempunyai tekanan uap bersama dan bersambung demikian rupa hingga ketel-ketel uap itu tidak dapat dipakai masing- masing, dianggap seperti satu ketel uap untuk hal-hal yang bertalian untuk tingkap- tingkap pengaman, pedoman tekanan, dan alat-alat pengisi yang disyaratkan baginya.”
3. “Pedoman tekanan pada ketel-ketel uap semacam itu, harus dipasangkan pada kamar uapnya, kecuali bila tiap ketelnya diperlengkapi dengan alat semacam itu.”
4. ”Alat-alat pengisi harus sendiri-sendiri dapat memberikan jumlah air yang diberikan pada ketel-ketel itu sekomplitnya.”

Pasal 15
“Pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap harus diberi perlengkapan sebagai berikut: A. “Pemanas Air:
1. Satu tingkap pengaman;
2. Satu kerangan pembuang;
3. Satu katup yang menutup sendiri pada lubang pengisinya dan
4. Lubang-lubang lain orang atau lubang-lubang kecil yang diperlukan untuk pemeriksaan.”

B. Pengering-pengering uap dengan:
1. Satu tingkap pengaman bila pesawat uapnya dapat ditutup terpisah dari ketel uapnya.
2. Kerangan pembuang air seperlunya dan
3. Lubang 1 lalu orang atau lubang 2 lebih kecil yang diperlukan untuk pemeriksaan.

C. “Penguap-penguap dengan:
1. Satu tingkap pengaman;
2. Satu pedoman tekanan;
3. Satu gelas pedoman air dan
4. Satu kerangan pembuang.

D. Bejana-bejana uap dengan:
1. Satu tingkap pengaman bila tekanan uap sebenarnya yang tertinggi yang diperbolehkan untuknya berjumlah kurang dari tekanan uap yang tertinggi yang diperbolehkan untuk pesawat uap yang memberikan uap pada bejana uapnya, dan dua tingkap pengaman bila tekanan dalam bejana uapnya kurang dari ½ dari tekanan tertinggi yang diperbolehkan untuk pesawat uap yang memberikan uap pada bejana uapnya, atau bila terdapat pemanasan bahan cair dalam ruangan yang tidak terpisah dari uap yang dimaksudkan.”
2. ”Bila perlu suatu kerangan untuk dapat memberitahukan apakah dalam bejana uapnya masih berada tekanan, kerangan mana harus dapat ditusuk sewaktu bejana uapnya bekerja.”
3. ”Satu pedoman tekanan, dan
4. Lubang-lubang lalu orang atau yang lebih kecil yang diperbolehkan untuk pemeriksaan.

Pasal 16
1. ”Untuk bejana-bejana uap yang bersambungan langsung dengan ketel uap, yang diperuntukkan guna bekerja dengan tekanan yang sama seperti ketel uapnya, adalah tidak perlu diberi tingkap-tingkap pengaman dan pedoman-pedoman tekanan.”
2. Pada bejana-bejana uap harus dipasangkan tingkap-.tingkap pengamannya, pada bejana itu sendiri, atau pada pipa pemberi uapnya dan mulut-mulut dari tingkap- tingkap pengamannya harus juga perlu diberi pinjaman, agar bahan-bahan yang berada dalam bejana uap itu tidak dapat menyebabkan tingkap-tingkap itu menjadi tersumbat.”
3. ”Bila berbagai bejana uap diberi uap oleh satu pipa uap, maka adalah cukup bila pada pipa itu dipasangkan satu pedoman tekanan, dan pula satu tingkap pengaman, kecuali bila untük satu atau lebih dari bejana-bejana uap tersebut diperlukan dua tingkap pengaman, menurut yang diperlukan dalam pasal 15 dibawah d.”
4. ”Pada bejana-bejana uap yang diperuntukan guna dalam sebuah ruangan terpisah dari uap yang disalurkan, dari sesuatu pesawat uap memanasi bahan cair, yang embun atau uapnya dapat mempunyai tekanan lebih dari ½ kg/cm haruslah pada ruangan tersebut dalam pasal 15 dibawah d, 2, 3, 4. Mulut dari tingkap itu harus perlu diberi penjamin, agar bahan-bahan yang berada dalam bejana tersebut tidak dapat menyebabkan tingkap itu menjadi tersumbat.”

Pasal 17
1. ”Dasar-dasar guna mempertimbangkan apakah pembuatan tingkap-tingkap pengaman dimaksud dalam pasal 12 s/d 16 baik, dan apakah ukuran-ukurannya mencukupi, adalah ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja. Mengenai dasar-dasar itu berlakulah segala sesuatu yang ditetapkan dalam ayat kedua dari pasal 10 mengenai dasar-dasar dimaksud dalam ayat tersebut.”
2. ‘Tingkap-tingkap pengaman itu harus diperbuat dan dipasangkan pada pesawat uapnya demikian rupa, hingga dapat mudah diangkat dan diperiksa.”
3. “Muatannya harus diatur demikian rupa, hingga tingkap-tingkapnya dapat menya- lurkan uapnya segera, bila tekanan didalam pesawat uapnya menjadi lebih tinggi dari yang diperbolehkan untuk pesawat uapnya.
4. “Jika dudukan-dudukannya tidak termasuk satu dengan rumah tingkapnya haruslah ia dijamin secukupnya agar jangan terlepas.
5. “Bila sesuatu tingkap pengaman ditekan dengan dua atau lebih bobotan, maka haruslah bobotan ini terdiri atas bundaran-bundaran yang padat, yang hanya berlainan tebalnya, ia harus dapat dilepaskan satu demi satu dan dijamin agar jangan dapat bergeseran.”
6. “Semua tingkap pengaman harus diperbuat sedemikian rupa hingga ia tidak terlepas dan bobotannya tidak dapat bergeseran pada tangan-tangan pemikulnya, sedangkap tingkap-tingkap dan tangan-tangan pemikulnya harus dapat mudah bergerak.”

Pasal 18
“Pesawat dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya tidak lebih dari ½ kg/cm melebihi tekanan udara luar, boleh mempunyai satu tingkap hawa saja, atau alat lain, melalui mana hawa luar dapat masuk kedalam pesawat uapnya, segera bila tekanan didalam pesawatnya menjadi lebih kecil dengan tekanan hawa luar, jika pesawat uapnya tidak tahan terhadap tekanan dari 1 kg/cm dari sebelah luarnya.”

Pasal 19
1. Pedoman tekanannya harus menunjukan tekanan dari uapnya dengan jelas dan betul sampai sekurang-kurangnya kg/cm melebihi tekanan sebenarnya yang tertinggi yang diperbolehkan bagi bekerja pesawat uapnya.”
2. “Tekanan sebenarnya yang tertinggi harus ditunjukkan dengan suatu tanda yang jelas pada skala dari pedoman tekanannya.”
3. ”Pedoman tekanannya harus bersambung dengan pesawat uapnya, memakai pipa yang mengandung air dan pada ketel-ketel uap harus dipasangkan demikian rupa hingga tukang ladennya dapat melihatnya dari tempat berdirinya biasa.”

Pasal 20
“Bagi ketel-ketel yang mempunyai luas pemanasan kurang dari 5 m2 adalah cukup satu alat pengisi, asalkan ini selalu dapat mudah dijalankan dengan tangan. Karena ketel itu kecil, maka berdrijfs-zekerheidnya juga dapatlah diperkecil. akan tetapi syarat-syarat mutlak tetap, yakni kapasiteit dari pompa tangan itu haruslah ini stoomproduksi dari pesawat uapnya.

Pasal 21
1. Pada ketel-ketel uap haruslah tiap alat pengisi atau tiap pipa pengisinya sedekat mungkin pada ketel uapnya mempunyai rumah tingkap. Antara rumah tingkap dan ketel uapnya harus dipasangkan suatu kerang atau katup dan antara katup dan tingkap yang menutup sendiri itu harus dipasangkan suatu kerangan coba.”
2. ”Pada ketel-ketel uap tekanan rendah adalah cukup satu rumah tingkap, untuk mana dapat dipergunakan rumah tingkap dari pompa pengisinya.”

Pasal 22
“Tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan harus dipasangkan pada atau didekat gelas pedoman airnya. Pada ketel-ketel uap darat sekurang-kurangnya 10 cm diatas titik tertinggi yang kena hawa pembakaran. Pada ketel-ketel uap kapal sekurang-kurangnya 15 cm diatas titik itu.

Pasal 23
1. “Jika gelas pedoman air dan kerangan-kerangan coba dipasangkan pada satu pipa bersama, haruslah garis tengah dari ukuran dalam, baik dari pipa itupun dari pipa-pipa penyambung dengan pesawat uapnya, sekurang-kurangnya 50 mm. Jika ia disambungkan sendiri-sendiri dengan pesawat uapnya, maka garis-garis tengah itu harus sekurang-kurangnya 25 mm, kecuali pada ketel-ketel uap kecil dimana pipa- pipa penyambung sangat pendeknya dan dapat dianggap sebagai nippel-nippel penyambung. Pipa-pipa penyambungnya harus sedapat mungkin lurus atau mempunyai suatu bengkokan dengan garis tengah yang besar. Jika ia dibengkokkan secara siku haruslah dalam bengkokan itu dipasang suatu sumbat guna dapat menusuk pipa-pipanya.”
2. “Gelas-gelas pedoman air harus mempunyai kerangan-kerangan atau katup penutup dan penyemprot.”
3. “Panjang dari gelas-gelas pedoman air harus demikian rupa hingga tinggi airnya dapat dilihat sekurang-kurangnya 60 mm diatas dan 40 mm dibawah batas air terendah yang diperbolehkan. Garis tengah ukuran dalam dari gelas-gelas pedoman yang cylindrisch itu harus sekurang-kurangnya 8 mm.”
4. “Ketel-ketel uap yang diberi berapi dimuka dibelakang harus pada setiap tempat perapiannya mempunyai 1 gelas pedoman air dan 2 kerangan coba atau 2 gelas pedoman air.”

Pasal 24
1. “Rumah-rumah dari kerangan-kerangan dan katup-katup, rumah-rumah tingkappun potten dari tingkap-tingkap pengaman dan rumah-rumah dari kerangan-kerangan dan katup-katup yang dimaksud dalam pasal 23, ayat 2 sepanjang dalam peraturan ini tidak ditetapkan yang lain, harus diperbuat dari perunggu, baja tuang lemah atau baja cair. Bagian dalam dari kerangan-kerangan katup-katup dan rumah-rumah tingkap, pula tingkap-tingkap dan dudukan-dudukan dari tingkap-tingkap pengaman, harus diperbuat dari bahan atau bahan campuran yang baik dan tepat untuk keperluannya.
2. Kerangan-kerangan pakking yang mempunyai lubang penyalur lebih dari 30 mm harus mempunyai penjamin agar sumbatnya tidak terlepas bila uliran wantelnya rusak atau baut-baut geserannya putus.”

Pasal 25
“Pipa-pipa yang menyambungkan pesawat-pesawat uap satu sama lainnya harus diper- buat sedemikian rupa. hingga pemuaian dari pipa-pipa itu tidak dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan, bila perlu ia harus mempunyai kerangan-kerangan pembuang.”

Pasal 26
“Dalam kapal-kapal uap yang dipergunakan guna pengangkutan penumpang-penumpang haruslah ruangan dalam mana dipasangkan ketel-ketel uapnya secukupnya dipisahkan dengan dinding-dinding besi dari kamar-kamar tempat berdiam penumpang-penumpang itu. Aturan ini tidak berlaku atas kapal-kapal yang tidak bergeladak.”

Pasal 27
1. “Pengujian dari pesawat-pesawat uap seperti yang dimaksud dalam pasal 8, dilakukan dengan jalan pemadatan dengan air dingin sampai didapatkan tekanan sebenarnya pada pesawat-pesawat uap yang harus bekerja dengan tekanan dari 5 kg/cm atau kurang, besar dua kali dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Pada pesawat- pesawat uap yang harus bekerja dengan tekanan lebih dari 5 tetapi kurang dari 10 kg/cm sebesar 5 kg/cm lebih dari 5 tetapi kurang dari 10 kg/cm sebesar 5 kg/cm lebih dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Pada pesawat-pesawat uap yang harus bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi sebesar 1 ½ tekanannya itu.”
2. ”Pesawat-pesawat uapnya dibiarkan dibawah tekanan pengujian itu selama diperlukan untuk dapat memberikan bagian-bagian dari pesawat-pesawat uap itu dengan baik- nya.”
3. ”Pesawat uapnya harus dapat menahan tekanan pengujian itu dengan tidak bocor dan dengan tidak melihatkan percobaan dalam bentuk dinding-dinding dengan bocor itu diartikan bahwa airnya keluar dari sambungan dalam bentuk selain dari beberapa tetesan atau pancaran kecil yang mengembun.”
4. “Dalam memakai pasal ini mengenai ruangan dari bahan cair dari bejana uap diperuntukan guna memanasi bahan cair tersebut dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya, hanuslah untuk tekanan uap dalam pasal ini dibaca tekanan embun.”

Pasal 28
1. “Bila yang melakukan pemeriksaan yang diuraikan dalam pasal 9 menganggap perlu, maka untuk ketel-ketel uap ia dapat memerintahkan pengujian dengan uap.”
2. “Tetapi pengujian dengan uap itu adalah diwajibkan, jika Kepala Jawatan Penga- wasan Keselamatan Kerja menurut ayat ke 3 yang ditetapkan dalam pasal 31 membebaskan pengujian dengan tekanan air.

Pasal 29
1. “Pengujian pertama dari sesuatu pesawat uap dilakukan sebelum pesawat uap itu ditembok atau diberi bersalut.”
2. ”Tetapi bila salutan yang diberikan oleh pembuat pesawat uapnya dan yang diberi bernama atau merk dari pembuat tersebut terdapat dalam keadaan utuh, maka pegawai atau ahli yang menguji pesawat uap itu adalah berkuasa untuk mengabulkan salutan itu tidak dibongkar.”

Pasal 30
“Bila pegawai atau ahli setelah pemeriksaan dan pengujian berpendapat bahwa pesawat uapnya memberikan cukup jaminan keselamatan dalam pemakaiannya, maka ia atas nama Kepala D.P.K.K. pada pemohon atas permohonannya secara tertulis dan bila perlu dengan syarat-syarat untuk sementara memakai pesawat uapnya.”

Pasal 31
1. “Yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian selekas mungkin memberikan laporannya kepada Kepala Jawatan yang akan memberikan ijinnya yang dimintakan, bila dari laporan itu ternyata bahwa pesawat uapnya itu memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
2. Bila Kepala tersebut berpendapat bahwa cacat atau penyimpangan dari syarat syarat dari pasal 10 s/d 26 tidak menimbulkan bahaya segera dalam pemakaiannya, maka ijin yang dimintakan itu dapat diberikan dengan syarat, bahwa cacat atau penyimpangan-penyimpangan itu dengan ancaman untuk ijin tersebut dalam tempo paling lama 1 tahun yang akan ditetapkan oleh Kepala tersebut itu tadi harus diperbaiki atau dihilangkan.”
3. Bila pada pemeriksaan dari sesuatu pesawat uap ternyata bahwa karena bangunannya yang istimewa, tidak perlu secara penuh atau untuk sebagian dipakainya satu atau lebih aturan-aturan yang termuat dalam pasal 10 s/d, maka Kepala Jawatan Pengawas Keselamatan Kerja dapat memberikan kebebasan dari aturan-aturan itu secara penuh atau untuk sebagian.
4. ”Jika pemakaian dari sesuatu pesawat uap yang mempunyai bangunan istimewa memberikan keganjilan-keganjilan yang tidak termuat dalam peraturan ini, maka Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat mengikat pemakaiannya dengan syarat-syarat yang akan ternyata perlu adanya.
5. Dalam pemberian ijin menurut yang ditetapkan dalam syarat-syarat sebelum ini dari pasal ini Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat memberikan syarat- syarat istimewa yang harus diindahkan pada pemakaian pesawat uapnya.”
6. “Bila ijinnya tidak diberikan maka dengan diam-diam jadi batallah ijin sementara yang dimaksud dalam pasal yang terdahulu, bila ini telah diberikan.”

Pasal 32
“Yang dimaksud dalam pasal 30 dan 31 adalah berlaku untuk pemadatan dan pengujian dimaksud dalam pasal 12 ayat 3 dari Stoommordonnantie 1930.”

Pasal 33
”Pemakai-pemakai dari pesawat-pesawat uap yang padanya diberikan ijin bersyarat, seperti yang ditetapkan dalam pasal 31 adalah berkewajiban setelah cacat-cacat yang dituliskan dalam Akte ijm itu hapus atau telah diperbaiki, memberitahukannya secara tertulis kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja melalui Ir. dari Jawatan tersebut.”

Pasal 34
“Akte Ijin itu memuat:
a. Nama dan sedapat mungkin kwalitas dan tempat tinggal dari sipemakai.
b. Nama dari pabrik dari pembuatnya, dan tempat dimana pabrik itu terletak, pula nomor pabrik dari pesawat dan tahun dari pada pembuatannya.
c. Macam dan tujuan pemakaian dari pesawatnya dan sedapat mungkin sejelas-jelasnya keterangan sesuatu tempat atau kendaraan atau alat pelajaran dimana pesawat uap itu akan ditempatkan.
d. Untuk ketel-ketel uap: bentuknya dan ukuran-ukuran dari ketelnya dan luas pang- gangnya pula jumlah bidang panasnya dalam m2, untuk pemanas-pemanas air, pemanas-pemanas uap dan penguap-penguap, luas pemanasannya: jumlah luas pemanasannya, dan untuk besi bahan cair dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya; dan untuk besi bahan cair dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya; luas pemanasannya dari ruangan yang diperuntukan untuk bahan cair dan terhitung dalam m2. Untuk bejana-bejana uap lainnya bukan penguap-penguap isi dalam dan garis tengah terkecil dari pipa-pipa pemberi uapnya.
e. Bahan-bahan dari mana diperbuat pesawat uapnya dalam rangkaian berbagai bagian- bagiannya.
f. Jumlah, macam dan ukuran-ukuran yang penting dari bangunan-bangunan penga- mannya yang termasuk perlengkapan dari pesawat uapnya.
g. Tekanan yang sebenarnya yang tertinggi yang diperbolehkan dalam tiap cm.
h. Jika perlu syarat-syarat istirnewa yang harus diperhatikan dalam pemakaian pesawat uapnya dan dalam hal-hal dimaksud dalam ayat kedua dan ketiga dari pasal 31 ini.
i. Cacat-cacat atau penyimpangan-penyimpangan yang harus diperbaiki atau dihilang- kan dan tempo yang diberikan untuk keperluan itu dan
j. Penyimpangan-penyimpangan yang diperbolehkan dan syarat-syarat istemewa yang dikaitkan pada menjalankan pesawat uapnya.”

Pasal 35
1. “Akte Ijin hanis disimpan baik-baik dan atas permintaan dari pegawai yang berhak harus diperlihatkan atau disediakan untuknya.”
2. “Bila Akte itu hilang maka atas permintaan yang berkepentingan atau atas petunjuk dari pegawai yang berhak untuk halnya itu (untuk mengetahui kehilangannya) akte itu diganti dengan yang baru.
3. “Untuk akte yang diperbaharui semacam itu diharuskan membayar selainnya harga materai, bila mengenai sesuatu ketel uap pula sejumlah masing-masing: Rp. 25,- Rp. 30,- Rp 35,- Rp. 45,- atau Rp. 50,- tergantung pada ukuran-ukuran dan perimbangan seperti diterangkan dalam ayat kesatu dari pasal berikut. Dan bila mengenai pesawat uap lainnya sejumlah Rp. 25,- satu dan lainnya kecuali bila dapat dijelaskan itu dapat keterima oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, bahwa hilangnya itu terjadi diluar dari kekuasaan manusia.”

Pasal 36
“Jumlah yang dibayar pada Negara oleh pemohon untuk pemeriksaan pertama dan
Pengujian dari sesuatu pesawat uap adalah sebesar:
a. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan 5 m2 atau kurang, dan dimana pula perimbangannya ruangan air dan uap dalam dm dibagi luas pemanasan dalam m2 tidak melebihi angka 50, jumlahnya adalah 37 ½ .
b. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan 10 m2 atau kurang dan yang tidak termasuk dibawah a. untuk ketel-ketel uap memakan pemanasan listrik sendiri Rp. 90,-
c. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan lebih dari 10 s/d 25 m2 Rp. 135,- lebih dari 25 s/d 50 m2 Rp 150,- lebih dari 50 s/d 75 m2 Rp. 225,- lebih dari 75 m2 Rp. 90,-.
d. Untuk pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap 37½ kecuali bila luas pemanasan- nya berjumlah lebih dari m2 atau isinya lebih dari 1000 dm, dalam hal mana biayanya adalah Rp. 90,-

PasaI 37
1. “Bagi tiap uap adalah jumlah-jumlah dimaksud dalam pasal sebelum ini hanya diperhitungkan sekali saja.
2. Penagihan ulangan dari jumlah-jumlah itu diadakan dalam hal:
a. Pemindahan dari ketel-ketel uap darat tetap, kelainan tempat dari yang termuat dalam Akte Ijin sebagai tempat pemasangan semula.
b. Pemindahan dari ketel-ketel uap kapal kecuali dari ketel-ketel uap dari berkas- berkas kecil yang tidak mempunyai geladak tetapi kelainan kapal dari yang termuat dalam Akte Ijinnya sebagai kapal dimana dipasangnya, atau pemindahan ke darat, dan
c. Diadakan pemeriksaan baru dan pengujian baru sepenti dimaksud dalam pasal 12 dari Undang-undang uap 1930, bila keberatan-keberatan yang dikemukakan temyata tidak beralasan.
3. Dalam hal luas pemanasan sesuatu pesawat uap dibesarkan bila ini tidak membawa salah satu hal tersebut dalam ayat terdahulu dari pasal ini, haruslah dibayar selisih dari biaya-biaya menurut luas pemanasan yang baru dan yang semua.”

Pasal 38
“Jika pemeriksaan atau pengujian dari sesuatu pesawat uap diadakan diluar negeri, maka ongkos-ongkos perjalanan dan penginapan dari pegawai atau ahli yang diserahi pemindahan atau pengujian itu dibebankan pada pemohon sampai sejumlah yang ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.”

Pasal 39
1. “Para pemakai dari pesawat-pesawat uap harus mengusahakan:
a. “Agar pesawat-pesawat uapnya dan segala sesuatu yang dianggap termasuk dalam-nya berada dalam keadaan pemeliharaan yang baik.”
b. “Agar pada ketel-ketel uapnya penguap-penguap berada satu atau lebih pipa-pipa gelas pengganti gelas-gelas pedoman air.”
c. “Agar tekanan uap dalam pesawat uapnya tidak pernah melebihi maximum yang termuat dalam Akte Ijin yang diberikan. ini tentulah Sdr. mengetahui keeper- luannya dan pentingnya.”
d. “Agar tinggi air dari sesuatu ketel uap tidak pernah menjadi turun dibawah tanda dimaksud dalam pasal 12 dibawah.”
2. “Yang dianggap termasuk dalam sesuatu ketel uap ialah dapur api, lorong-lorong asap dan api perlengkapan semua yang menjamin kelangsungan merata dari bekerjannya pesawat uap itu.”
3. Para pemakai harus menyuruh melayani dap memperkerjakan pesawat-pesawat uap itu oleh orang yang berpengetahuan vk dan mempunyai pengertian yang cukup tentang pengerjaannya.
4. “Jika oleh pemakai didapatkan suatu cacat pada pesawat uapnya, maka ia harus mem- beritahukannya pada air yang bersangkutan dari Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja yang bila perlu mengadakan pemeriksaan di tempat, dan menunjukkan cara bagaimana pembetulannya dapat dikerjakan. Bila pemakai berkeberatan terhadap cara pembetulan yang ditunjukkannya, maka dimintakan keputusan dari Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.

Pasal 40
1. “Pemeriksaa dalam dari ketel-ketel uap kapal, diadakan sekurang-kuranguya sekali dalam 1 tahun dan ketel uap darat sekurang kurangnya sekali dalam 2 tahun.
2. Ketet-ketel lokomotif dari kereta api dan trem, diuji kembali sekurang-kuranguya selalu dalam 3 tahun terhitung dari tanggal dijalankannya setelah pengujian atau opname terakhir. Pengujian semacam itu diadakan setelah tiap pembetulan yang penting, ini untuk mengetahui apa pembetulan itu memenuhi syarat-syaratnya dan dapat menahan keadaan dalam bedirinya nanti. Selain dalam pemeriksaan yang dlmaksud dalam ayat sebelum ini dan pasal ini, haruslah paling lama 9 tahun sesudah dijalankan pertama kalinya ketel-ketel uap dari tiap lokomotif yang telah bekerja selama itu diperiksa luar dan dalamnya secara teliti, setelah pipa-pipa api dan salurannya dibongkar. Sesudah itu pemeriksaan itu diulangi selalu paling lambat sesudah 6 tahun terhitung dari tanggal menjalankannya, sesudah pemeriksaan terdahulu dari padanya yang semacam itu juga. Kepala Jawatan Keselamatan Kerja dapat meluluskan pada pengurus dari Jawatan Kereta Api dan Trem untuk menunda pemeriksaan ini untuk tempo yang ditetapkannya. ”Pesawat-pesawat uap lain dibayar pada negara oleh pemakai.
3. “Pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap dan yang bangunannya mengijinkan diperiksa dalamnya sekurang-kurangnya sekali dalam 4 tahun.”

Pasal 41
1. “Jumlah yang harus dibayar pada Negara oleh pemakai dari sesuatu pesawat uap untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian yang dimaksud dalam pasal 16 dari Undang-undang Uap 1930, adalah untuk setahun penanggalan sebesar Rp. 10.- untuk tiap ketel uap, ditambah dengan 10 sen tiap-tiap m2 luas pemanasannya dan Rp 5 - untuk tiap pesawat uap lainnya
2. Jumlah-jumlah dimaksud dalam ayat 1 adalah dibayar untuk tahun penanggalan sepenuhnya dalam mana Akte Ijin dari pesawat uapnya berlaku.” Jadi disini ditekankan pada pengertian selama Akte Ijin itu berlaku, jadi tidak tergantung kepada dipakai atau tidak dipakainya.
3. “Menyimpan dari yang ditetapkan dalam ayat sebelum ini, maka kepala Jawatan

Pengawasan Keselamatan Kerja memberikan pembebasan pembayaran:
a. terhadap seseorang yang dalam tahun penanggalan baik untuk selama-lamanya maupun untuk sekurang-kurangnya 1 tahun berhenti menjadi pemakai dari sesuatu pesawat uap, untuk bulan-bulan berikutnya daripada bulan dalam masa ia berhenti menjadi pemakai pesawat uapnya, dengan pengertian bahwa dalam hal-hal istimewa menurut pertimbangan Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, dapat diadakan penyimpangan dari tempo minimum tersebut.
b. Terhadap seseorang yang dalam tahun penanggalan menjadi pemakai dari pesawat uap untuk sekurang-kurangnya 1 tahun, untuk bulan-bulan berikutnya daripada dalam mana ia menjadi pemakai pesawat uapnya, dengan pengertian bahwa bila untuk pesawat uapnya dalam tahun penanggalan yang dimaksud olehnya telah dibayar jumlah untuk seperti termaksud dalam pasal 36, maka ia dibebaskan dari pembayaran tahun penanggalan sepenuhnya. Dalam hal-hal istimewa oleh kepala Jawatan Pengawasan Keselamtan Kerja dapat diadakan penyimpangan dari tempo minimum tersebut.

Pasal 42
1. “Pemeriksaan tahunan dari ketel-ketel uap dari kapal-kapal dilakukan dengan mengutamakan sewaktu kapal-kapal itu dimasukkan galangan, tentang hal mana harus diberitahukan tepat pada waktunya pada pegawai yang diserahi pengawasan”
2. “Para pemakai dari ketel-ketel uap yang dipasang dalam kapal-kapal sungai, berkas- berkas uap sekoci, harus mengusahakan agar ketel-ketel uapnya tepat pada waktunya berada ditempat yang ditunjuk untuk pemeriksaan itu.”

Pasal 43
“Bila untuk keperluan sesuatu pemeriksaan suatu pesawat uap harus diberhentikan, maka pemakaiannya harus mengusahakan:
a. “Agar pesawat uapnya kosong sama sekali dari semua bagian-bagiannya, baik dari luar maupun dari dalam, pula lorong-lorong asapnya dibersihkan secukupnya.”
b. Agar semua bagian dari pesawat uapnya dingin secukupnya untuk memungkinkan pemeriksaan itu.
c. “Agar bila pesawat uapnya bersambungan dengan satu atau lebih pesawat uap yang sedang bekerja, pipa-pipa uap pembuang, pipa-pipa pengisi bersama dari pesawat uap yang akan diperiksa itu dilepaskan, jadi terpisah atau ditutup memakai suatu plendes buta yang dipasang antara katup dan pesawat uapnya.”

Pasal 44
1. “Pengujian-pengujian dari pesawat-pesawat uap yang dilakukan sesudah pengujian untuk menjalankan pesawat-pesawat uapnya, adalah dilakukan dengan tekanan paling tinggi tiga kilogram tiap sentimeter persegi lebih dari tekanan yang diperbolehkan.”
2. “Bila yang menguji pesawat uapnya berpendapat, bahwa pesawat uapnya tidak dapat bekerja lagi dengan aman memakai tekanan yang diperbolehkan dahulunya, maka ia meniberitahukan pada pemakainya tekanan berapa dapat diperbolehkan untuk pemakaian selanjutnya dengan mengemukakan alasan-alasannya. Pemakai harus segera tunduk pada keputusan itu.”
3. “Bila pemakai mengemukakan keinginannya untuk memakai pesawat uap itu dengan tekanan lebih rendah seperti yang ditunjukan, maka Kepala D.P.K.K. memerintahkan pada pegawai yang bersangkutan dari Jawatan tersebut untuk atas namanya mengadakan perubahan-perubahan seperlunya dalam Akte ljinnya tanggal dan nomor dari perintah ini harus dicatat oleh pegawai itu pada perubahan-perubahan dalam Akte Ijinnya.”
4. “Bila pemakai berkeberatan terhadap keputusan dimaksud dalam ayat kedua dan dengan cara seperti yang disyaratkan dalam pasal 12 dari Undang-undang uap 1930.”
5. “Bila keputusan dimaksud dalam ayat kedua dari pasal ini menjadi tidak dapat digugat lagi karena dibenarkan oleh pihak atasan atau oleh karena berakhirnya tempo yang ditetapkan maka A.I. nya dirubah seperti yang ditetapkan dalam ayat ketiga dari pasal ini.”
6. “Bila pemakai, baik segera maupun sesudahnya keputusan pihak atasan, dengan perantaraan pegawai yang bersangkutan memberitahukan kepada kepala D.P.K.K. bahwa ia bersedia menjalankan pembetulan-pembetulan yang diperlukan untuk membuat pesawat uapnya tahan terhadap tekanan yang diperbolehkan semula, maka Kepala D.P.K.K. memberikan pada pemakaiannya suatu tempo dalam mana pembetulan-pembetulan itu harus diselesaikan. Sesudah pembetulan-pembetulan itu maka pesawat uapnya tidak boleh dijalankan hanya sesudah diperiksa dan diuji kembali.”

Pasal 45
1. “Seseorang yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian, mencatatkannya dalam A.I. nya dengan menerangkan hasil dari pemeriksaan itu dan juga tindakan-tindakan yang boleh jadi harus diambil guna menjamin pemakaian selanjutnya yang aman.”
2. “Bila pemeriksaan itu dilakukan oleh seorang ahli seperti dimaksud dalam pasal 13 ayat-ayat dari Undang-undang uap l930 maka ia diwajibkan segera mengirimkan salinan dari pendapatan-pendapatannya pada Insinyur dari D.P.K.K. dimana pesawat- pesawat uapnya termasuk wilayah kekuasaannya.”

Pasal 46
1. “Bila pesawat-pesawat uap yang dapat dipindahkan, dialihkan dari tempat, kendaraan atau kapal dimana dipasangnya menurut Akte Ijinnya, maka para pemakainya berkewajiban bila mengenai pesawat-pesawat uap termasuk dalam bangunan/instalasi atau perusahaan-perusahaan yang ditujukannya membawa pemindahan yang berulang-ulang seperti komidi putar, bioskop dan sebagainya dalam tempo sebulan sesudahnya pemindahan itu memberitahukannya pada Insmyur dari D.P.K.K, dimana pesawat uap itu sebelum pemindahannya termasuk dalam wilayah kekuasaannya dan dalam hal-hal lainnya dalam tempo yang sama ia harus memberitahukannya pada Kepala D.P.K.K
2. Bagi pesawat-pesawat uap yang dipasang pada kendaraan-kendaraan dan diper- untukan pula guna menjalankan kendaraan itu, pemberian tahu itu hanya harus dilakukan, bila pemindahannya berlangsung lebih dari delapan minggu berturut.”

Pasal 47
1. “Bila suatu pesawat uap karena keadaan apapun juga mengalami kejadian hingga keadaan tidak sesuai lagi secara kata tertulis dengan uraian yang dimuat dalam A.I. nya, pula bilamana pemegang ijin yang termuat dalamnya karena penjualan pesawat uapnya atau karena sebab lain apapun juga menjadi tidak benar lagi, maka dalam hal pertama adalah pemakaiannya dan dalam hal kedua orang yang atas namanya dicatat A.Inya berkewajiban segera memberitahukannya pada Kepala D.P.K.K dengan perantaraan pegawai yang dalam daerah yang bersangkutan diserahi pengawasan atas pesawat-pesawat uap.”
2. “Bila dalam hal kedua dimaksud dalam ayat kesatu itu, orang yang mendapat hak memakai pesawat uapnya pula hendak memakainya, maka ia memberitahukan dalam sebulan sesudah ia menjadi pemakai, pada Kepala D.P.K.K. dengan cara seperti yang diuraikan dalam ayat kesatu dan berupa suatu surat permohonan bermaterai yang memuat permintaan agar akte ijinnya dibalik nama menjadi atas namanya.”
3. “Bila para pegawai yang diserahi pengawasan mendapatkan pesawat-pesawat uap dalam keadaan dimaksud dalam ayat kesatu dari pasal ini, dengan tidak diberitahukan oleh pemakainya secara yang diuraikan diatas ini, maka mereka segera melapor- kannya pada Kepala D.P.K.K.”

Pasal 48
1. “Bila sesuatu pesawat uap mengalami perubahan seperti dimaksud dalam pen- dahuluan dari pasal sebelum ini atau dipindahkan ketempat lain atau kendaraan atau kapal lain dari yang dicatat dalam A.I. nya maka pesawat uapnya tidak boleh dijalankan kembali sebelum pemakai untuk itu mendapatkan kekuasaan dari insinyur yang bersangkutan dari D.P.K.K. ini untuk menampung segala sesuatunya bertalian dengan perubahan-perubahan itu atau pemindahan-pemindahan itu. Jadi untuk diperiksa pesawat uapnya apakah tetap memenuhi syarat-syaratnya dan untuk membereskan pencatatan perubahan pemakainya, tempat kedudukan pesawat uapnya.
2. Dalam pemindahan dari ketel-ketel uap darat tetap, selalu A.I. nya dicabut dan atas ketel-ketel uapnya dilakukan pemeriksaan dan pengujian kembali.”
3. “Dalam hal pemindahan dari pesawat-pesawat uap lainnya, Kepala D.P.K.K. memutuskan, apakah Aktenya harus dirubah atau dicabut.”

Pasal 49
“Bila sesuatu pesawat uap tidak dipakai lebih lama dari tiga tahun berturut-turut, maka kepala D.P.K.K. dapat mencabut A.I. nya”

Pasal 50
“Dengan hukuman penjara paling lama 3 bulan atau denda paling tinggi lima ratus rupiah dihukum seseorang yang tidak menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan dengan aturan-aturan dari Peraturan Pemerintah ini.”

Pasal 50a
1. “Bila dikehendaki maka Kepala D.P.K.K. berhak memerintahkan mengadakan Pemeriksaan dan pengujian-pengujian atas pesawat-pesawat uap yang atasnya tidak berlaku aturan-aturan dari “Undang-undang uap l930.”
2. ”Untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian dimaksud dalam ayat kesatu pemohonnya harus membayar pada Negara biaya-biaya pemeriksaan dimaksud dalam ayat kesatu dari pasal 41, tetapi dengan pengertian, bahwa biaya-biaya itu diperhitungkan untuk tiap pemeriksaan atau pengujian.”

Pasal 51
“Keputusan-keputusan yang diambil oleh Direktur Pekerjaan Umum, Kepala Jawatan Urusan Uap dan Kepala D.P.K.K. menurut reglemen-reg1emen yang dahulu, tetaplah berlaku dengan tidak berubah.”

Pasal 52
“Peraturan Pemerintah ini dapat disebut sebagai “Peraturan Uap 1930 ia berlaku terhitung mulai 1 januari 1931.”



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1973 TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA


Menimbang:
a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian, pestisida mempunyai peranan yang sangat penting;
b. bahwa untuk melindungi keselamatan manusia, sumber-sumber kekayaan perairan, fauna dan flora alami serta untuk menghindari kontaminasi lingkungan, dipandang perlu segera mengeluarkan peraturan pemerintah tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida;
c. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene untuk usaha-usaha bagi umum, perlu dikeluarkan peraturan Pemerintah tentang Pengawasan atas Peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (Stbl. 1949-377);
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 3) tentang pernyataan berlakunya Undang-undang Kecelakaan 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia;
4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2068) tentang Pokok-pokok Kesehatan;
5. Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 14) tentang Perdagangan;
6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 48) tentang Hygiene untuk usaha-usaha bagi umum;
7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824) tentang ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan;
8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918) tentang Keselamatan Kerja.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
- Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
- Memberantas rerumputan;
- Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; hewan piaraan dan ternak;
- Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
- Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
b. Peredaran adalah ekspor impor dan jual beli pestisida di dalam negeri termasuk pengangkutannya.
c. Penyimpanan adalah memiliki dalam persediaan di halaman atau di dalam ruang yang digunakan oleh importir, padagang atau diusaha-usaha pertanian.
d. Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud seperti disebut dalam sub a pasal ini.
e. Pemohon adalah setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan pendaftaran dan ijin pestisida.

Pasal 2
(1) Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang tidak didaftar dan atau memperoleh ijin Menteri Pertanian.
(2) Prosedur permohonan pendaftaran dan ijin diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian.
(3) Peredaran dan penyimpanan pestisida diatur oleh Menteri Perdagangan atas usul Menteri Pertanian.

Pasal 3
(1) Ijin yang dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah ini diberikan sebagai ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan.
(2) Ijin sementara dan ijin percobaan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) Ijin tetap diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dengan ketentuan bahwa ijin tersebut dalam jangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau dicabut apabila dianggap perlu karena pengaruh samping yang tidak diinginkan.
(4) Peninjauan kembali atau pencabutan ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan dilakukan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 4
(1) Ijin diberikan apabila pestisida itu dianggap efektif, aman dan memenuhi syarat- syarat teknis lain serta digunakan sesuai dengan petunjuk yang tercantum pada label.
(2) Syarat-syarat teknis dan pemberian label diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian.

Pasal 5
(1) Untuk keperluan pendaftaran dan pemberian ijin, pemohon dikenakan biaya yang besar ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
(2) Biaya untuk keperluan pendaftaran dan pemberian ijin tersebut pada ayat (1) pasal ini, wajib disetorkan kepada Kantor Bendahara Negara.

Pasal 6
Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida yang telah memperoleh ijin menyimpang dari petunjuk-petunjuk yang ditentukan pada pemberian ijin.

Pasal 7
Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida wajib memberikan kesempatan dan ijin, kepada setiap pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian yang diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan tentang konstruksi ruang penyimpanan, cara penyimpanan, keselamatan dan kesehatan kerja, pembukuan pengeluaran, mutu label, pembungkus dan residu.

Pasal 8
Barang siapa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 2, 6, 7 dan 9 Peraturan Pemerintah ini diancam dengan ukuran berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962.

Pasal 9
Setiap orang atau badan hukum yang mengedarkan dan menyimpan pestisida pada saat peraturan Pemerintah ini berlaku wajib menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini didalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

Pasal 10
Hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut keselamatan dan kesehatan manusia diatur oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja sesuai dengan bidang dan wewenang masing-masing.

Pasal 11
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan.

Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Maret 1973
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1973 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN KESELAMATAN KERJA DI BIDANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 55;
5. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2916);
7. Mijn Polite Reglement (Staatsblad 1930 Nomor 341)

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN KESELAMATAN KERJA DIBIDANG PERTAM- BANGAN.

Pasal 1
Pengaturan keselamatan kerja dibidang pertambangan termasuk dalam Undang-undang nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi.

Pasal 2
Menteri Pertambangan melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang Pertambangan dengan berpedoman kepada undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 serta peraturan Pelaksanaannya.

Pasal 3
(1) Untuk pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan mengangkat pejabat- pejabat yang akan melakukan tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi.
(2) Pejabat-pejabat termaksud pada ayat (1) Pasal ini dalam melaksanakan tugasnya mengadakan kerja sama dengan Pejabat-pejabat Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi baik di pusat maupun di Daerah.

Pasal 4
Menteri Pertambangan memberikan laporan secara berkala kepada Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi mengenai pelaksanaan pengawasan termaksud dalam Pasal 1,2 dan 3 Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5
Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi pengaturan dan pengawasan terhadap Ketel Uap sebagaimana termaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930 (Stbl. 1930 Nomor 225).

Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 April 1973
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI


Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070), dianggap perlu mengatur lebih lanjut keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi dengan suatu Peraturan Pemerintah.

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);
3. Undang-undang 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gasa Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN M1NYAK DAN GAS BUMI.


BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Di dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Pemurnian dan Pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi di daratan atau di daerah lepas pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia guna memperoleh dan mempertinggi mutu hasil minyak dan gas bumi yang dapat digunakan;
b. Tempat pemurnian dan pengolahan adalah tempat penyelenggaraan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi termasuk didalamnya peralatan, bangunan dan instalasi yang secara langsung dan tidak langsung (penunjang) berhubungan dengan proses pemurnian dan pengolahan;
c. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan usaha pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi;
d. Pengusaha adalah Pimpinan Perusahaan;
e. Kepala Teknik Pemurnian dan Pengolahan adalah Penanggung jawab dari suatu pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut kepala Teknik;
f. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi;
g. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan minyak dan gas bumi;
h. Direktur adalah Direktur Direktorat yang lapangan tugasnya meliputi urusan Keselamatan Kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
i. Kepala Inspeksi adalah Pelaksanaan Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi;
j. Pelaksanaan Inspeksi Tambang adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi.

Pasal 2
(1) Tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja atas pekerjaan-pekerjaan serta pelaksanaan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi berada dalam wewenang dan tanggung jawab menteri.
(2) Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan- ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dengan hak substitusi.
(3) Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Inspeksi dibantu oleh Pelaksana inspeksi Tambang.
(4) Kepala Inspeksi memimpin dan bertanggungjawab mengenai pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai wewenang sebagai Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Pelaksanaan Inspeksi Tambang melaksanakan pengawasan ditaatinya ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 3
(1) Pengusaha bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi.
(2) Dalam hal Pengusaha menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan di tempat pemurnian dan pengolahan, ia menjabat sebagai Kepala Teknik dan mendapat pengesahan dari kepala Inspeksi.
(3) Dalam hal Pengusaha tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan di tempat pemurnian dan pengolahan ia diwajibkan menunjuk seorang sebagai Kepala Teknik yang menjalankan pimpinan dan pengawasan pada pemurnian dan pengolahan yang harus disahkan terlebih dahulu oleh Kepala Inspeksi sebelum yang bersangkutan melakukan pekerjaannya.
(4) Kepala Teknik termaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(5) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang wakil yang disahkan oleh Kepala Inspeksi sebagai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak ada di tempat selama maksimum 3 (tiga) bulan berturut-turut, kecuali apabila ditentukan lain oleh Kepala Inspeksi.
(6) Serah terima tenggung jawab antara Kepala Teknik dan wakilnya termaksud pada ayat (5) harus dilakukan secara tertulis.


BAB II BANGUNAN
Pasal 4
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau mengadakan perubahan dan atau perluasan tempat pemurnian dan pengolahan, Pengusaha diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Inspeksi mengenai hal-hal:
a. Lokasi geografis;
b. Denah Bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan;
c. Bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemurnian dan pengolahannya;
d. Proses diagram;
e. Instalasi pencegah kebakaran yang bersifat permanen baik dengan air maupun bahan kimia;
f. Jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya;
g. Hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Inspeksi.
(2) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal yang telah diajukan sesuai dengan ketentuan termaksud pada ayat (1), Pengusaha diwajibkan menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(3) Dalam masa pembangunan tempat pemurnian dan pengolahan, pembuatan, pendirian, penyusunan dan pemasangan semua peralatan, bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan berada dibawah pengawasan Kepala Inspeksi.

Pasal 5
(1) Semua bangunan dan instalasi dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus memenuhi syarat-syarat teknis dan keselamatan kerja yang sesuai dengan sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.
(2) Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi pemurnian dan pengolahan harus dilaksanakan dengan baik untuk menjaga keselamatan terhadap alat, pesawat dan peralatan serta para pekerja.
(3) Semua bangunan dan instalasi yang didirikan di dalam daerah yang mempunyai kemungkinan besar bagi timbulnya bahaya kebakaran, harus dibuat dari bahan- bahan yang tidak mudah terbakar.
(4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistem telekomunikasi yang baik.
(5) Instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan dan instalasi lainnya harus ditempatkan pada lokasi yang tidak mudah menimbulkan berbagai bahaya dan kerusakan terhadap sekitarnya.
(6) Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya harus diatur penempatannya sesuai dengan sifat bahan-bahan yang diolah dan dihasilkan, dengan maksud untuk mengurangi atau membatasi menjalarnya kerusakan apabila terjadi kecelakaan dan atau kebakaran.
(7) Semua peralatan, bangunan dan instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir atau liar, muatan statis dan sebagainya, harus dilengkapi dengan suatu sistem untuk meniadakannya.
(8) Dalam mengadakan perbaikan dan pemeliharaan tempat pemurnian dan pengolahan harus digunakan cara, peralatan dan tenaga yang memenuhi syarat.

Pasal 6
Tanda warna peralatan pada tempat pemurnian dan pengolahan seperti kolom, pipa, pesawat, rambu tanda bahaya, alat pelindung, dan lain-lainnya harus memenuhi keseragaman warna yang disetujui oleh Kepala Inspeksi.


BAB III JALAN TEMPAT KERJA.
Pasal 7
(1) Jalan dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus baik dan cukup lebar, sehingga setiap tempat dapat dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang maupun kendaraan serta harus dipelihara dengan baik, diberi penerangan yang cukup dan dimana dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas.
(2) Apabila di dalam tempat pemurnian dan pengolahan terdapat jalan kereta api, maka jalan tersebut harus dibuat sesuai dengan keadaan tanah, beban jalan serta kecepatan kereta api.
(3) Sepanjang jembatan sekeliling lubang yang membahayakan dan pinggir tebing yang terbuka harus diberi pagar yang cukup kuat.
(4) Setiap instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan harus mempunyai tempat kerja dan tempat lalu-lintas yang baik, aman dan harus selalu dalam keadaan bersih.
(5) Lantai terbuka, selokan dan penggalian di tempat kerja harus diberi tanda yang jelas dan dapat dilihat dengan mudah, baik pada siang maupun malam hari.

(6) Geladak kerja, lantai dan lorong, termasuk titian untuk berjalan, jembatan, tangga dan lubang yang dibuat di lantai dan dinding, harus dipelihara dengan baik dan dibuat dengan memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, serta apabila dianggap perlu dilindungi dengan pagar yang aman untuk mencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan.
(7) Tangga harus dilengkapi sekurang-kurangnya pada 1 (satu) sisi dengan tempat pegangan yang kuat.
(8) Tangga yang dapat dipindah-pindahkan harus dilengkapi dengan alat pengaman terhadap kemungkinan bergeser.
(9) Bejana, reservoir dan bak yang terbuka yang berisikan bahan cair, termasuk yang rnendidih, panas atau yang dapat melukai, sepanjang dapat menimbulkan bahaya, harus dikelilingi dengan pagar yang aman atau dibuat usaha-usaha lainnya untuk mencegah kecelakaan.
(10) Jembatan tempat kerja dan tangga harus diperiksa secara berkala.



Pasal 8

(1) Tempat kerja harus bersih dan dipelihara dengan baik.

(2) Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang sesuai dengan syarat-syarat keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
(3) Ruangan kerja harus mempunyai ventilasi yang baik yang disesuaikan dengan jumlah orang dan keadaan udara yang terdapat di dalam ruangan tersebut.
(4) Ruangan kerja harus diatur sedemikian rupa, sehingga kebisingan berada dibawah nilai ambang batas yang ditentukan; atau apabila hal ini tidak dapat dicapai para pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri.
(5) Ruangan kerja harus dapat dicapai dan ditinggalkan dengan mudah dan aman melalui pintu-pintu tertentu dan harus terpelihara dengan baik.
(6) Di tempat-tempat tertentu untuk keadaan darurat harus tersedia alat-alat penyelamat yang sesuai dengan kebutuhan.


BAB IV PESAWAT DAN PERKAKAS 
Pasal 9
(1) Pesawat, pesawat pengangkat, mesin perkakas dan perkakas harus terbuat dan terpelihara sedemikian rupa, sehingga memenuhi syarat-syarat teknis yang baik dan aman.
(2) Peralatan termaksud pada ayat (1) harus diperiksa secara berkala.

Pasal 10
(1) Bagian-bagian pesawat; mesin perkakas dan alat transmisi yang bergerak, yang dapat membahayakan pekerja yang melayaninya dan membahayakan lalu lintas, harus terlindung dengan baik dan aman.
(2) Pesawat dan mesin perkakas yang dalam penggunaannya dapat menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya harus diberi pelindung dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan.
(3) Ruangan diantara pesawat atau mesin perkakas harus cukup lebar dan bebas dari benda-benda yang dapat merintangi dan menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya dan lalu lintas.
(4) Pesawat dan mesin perkakas yang karena akibat perputaran yang sangat tinggi mungkin dapat pecah beterbangan harus dilindungi dengan baik, serta kecepatan putarannya tidak boleh melebihi batas kecepatan aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(5) Masing-masing mesin perkakas yang digerakan oleh pesawat secara sentral, harus dapat dihentikan secara sendiri.
(6) Apabila sesuatu pesawat atau mesin perkakas perlu dijalankan untuk percobaan atau hal-hal lain yang bersifat sementara dengan tidak memakai alat pelindung maka pada tempat yang mereka terlihat harus dipasang rambu-rambu tanda bahaya yang jelas.

Pasal 11
(1) Pada pesawat pengangkat harus dinyatakan dengan jelas batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(2) Bagian-bagian yang bergerak seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat pengaman pesawat pengangkat harus selalu berada dalam keadaan baik.
(3) Pesawat pengangkat harus dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
(4) Dilarang membebani pesawat pengangkat melebihi batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.

Pàsal 12
(1) Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, untuk bagian-bagian cair ataupun gas termasuk yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi ataupun bersuhu rendah sekali harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja di dalam pompa beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk pompa itu. Untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengamannya yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
(3) Pompa harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Apabila terjadi kebocoran pada pompa, aliran zat cair atau gas di dalamnya harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa dan perlengkapannya, maka kemampuan pompa tersebut harus diuji kembali. Syarat- Syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal 13
(1) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.


BAB VI KOMPRESSOR, POMPA VAKUM, BEJANA TEKAN DAN BEJANA VAKUM
Pasal 14
(1) Kompressor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan melebihi ½ (seperdua) atmosfir tekanan lebih.
(2) Pompa vakum dan bejana vakum adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut.

Pasal 15
(1) Pemasangan dan penggunaan kompressor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum dan peralatannya harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan tinggi atau dibawah atmosfir ataupun dicairkan, yang dapat menimbulkan bahaya ledakan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Kompressor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditetapkan oleh kepala Inspeksi.
(4) Pada kompressor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk peralatan tersebut.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kompressor, pompa vakum atau bejana tekan atau bejana vakum, maka kemampuan alat-alat tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali


BAB VII INSTALASI UAP AIR
Pasal 16
(1) Semua bagian instalasi uap air, kecuali ketel uap air, pesawat uap air dan yang sejenis, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Pemasangan dan penggunaan instalasi uap air termasuk ketel uap air termaksud pada ayat (1) harus aman, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.
(3) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap instalasi uap air dan per1engkapannya, maka kemampuan instalasi tersebut beserta perlengkapannya harus diuji kembali, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 17
(1) Jika pada suatu baterai ketel uap air, sebuah ketel atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke ketel uap air tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan nem mati.
(2) Semua saluran uap air dan air panas yang digunakan harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.
(3) Semua saluran uap air harus dilengkapi dengan alat untuk pembuangan air kondensat.


BAB VIII TUNGKU PEMANAS
Pasal 18
(1) Tungku pemanas untuk memanaskan atau menguapkan minyak dan gas bumi atau zat-zat lain harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tungku pemanas harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik.
(3) Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain dalam tungku pemanas, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(4) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu tungku pemanas dan perlengkapannya, maka kemampuan tungku pemanas tersebut beserta perlengkapannya harus diuji kembali, syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal 19
(1) Jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke tungku pemanas tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.


BAB IX KONDENSOR DAN HEAT EXCHANGER 
Pasal 20
(1) Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapannya, baik untuk bagian-bagian cair atau gas dari minyak dan gas bumi ataupun zat-zat lain, termasuk yang bertekanan tinggi dan vakum harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapannya harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Pada kondensor dan heat exchanger harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik.
(4) Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain di dalam kondensor atau heat exchanger, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kondensor atau heat exchanger dan perlengkapannya, maka kemampuan kondensor atau heat exchanger tersebut beserta perlengkapannya harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum diinspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal 21
(1) Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah kondensor atau heat exchanger atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih dipergunakan maka semua saluran pipa dari dan ke kondensor atau heat exchanger tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.


BAB X INSTALASI PENYALUR
Pasal 22
(1) Pemasangan dan penggunaan pipa penyalut beserta perlengkapannya kecuali pipa penyalur uap air yang bergaris tengah lebih dari 450 (empat ratus lima puluh) milimeter, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja di dalam pipa penyalur beserta perlengkapannya tidak melebihi batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan dan untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengaman yang salalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
(3) Letak pipa penyalur di atas permukaan tanah atau di udara harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menggangu lalu lintas orang dan kendaraan.
(4) Pada tempat-tempat tertentu pipa penyalur beserta perlengkapannya harus diberi pelindung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
(5) Pipa penyalur yang ditanam harus dilengkapi dengan alat atau cara untuk menge- tahui dengan segera apabila terjadi kebocoran.
(6) Sistem pipa penyalur harus berada dalam keadaan terpelihara dengan baik.


BAB XI TEMPAT PENIMBUNAN
Pasal 23
(1) Tempat penimbunan bahan cair dan gas lainnya yang mudah terbakar dan atau mudah meledak dan zat yang berbahaya lainnya, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini, atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tempat penimbunan termaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
(3) Tempat penimbunan yang berbentuk tangki untuk bahan cair harus dikelilingi dengan tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan. Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus lima puluh) sentimeter dari permukaan tanah dibagian luar tempat yang ditanggul. Setiap tempat yang ditanggul harus dilengkapi dengan sistem saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan.
(4) Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas pada masing- masing tempat dan dilarang mengisi tempat penimbunan melebihi kapasitas yang telah ditentukan.
(5) Aliran bahan cair dan gas dari dan ke tempat penimbunan harus dapat dihentikan dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari tempat yang aman.
(6) Tempat penimbunan harus selalu berada dalam keadaan terpelihara baik dan khusus untuk tempat penimbunan berbentuk tangki secara berkala harus diadakan pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.
(7) Kompleks tempat penimbunan harus dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang permanen.


BAB XII PEMBONGKARAN DAN PEMUATAN MINYAK DAN GAS BUMI HASIL  PEMURNIAN DAN PENGOLAHANNYA SERTA BAHAN BERBAHAYA LAINNYA 
Pasal 24
(1) Membongkar dan memuat minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Peralatan untuk membongkar dan memuat termaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan atau bahaya lainnya, serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan atau kecelakaan lainnya harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
(3) Kepala Teknik wajib mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya di tempat membongkar dan memuat.
(4) Dalam hal terjadi kebocoran pada waktu membongkar atau memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya, maka aliran bahan-bahan tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman, disusul dengan tindakan-tindakan pengamanan yang diperlukan.
(5) Untuk bahan cair dan gas lainnya yang berbahaya, diperlukan ketentuan termaksud pada ayat-ayat (1), (2), (3), dan (4).
(6) Pelaksanaan membongkar dan memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya harus diawasi oleh ahli dalam bidang tersebut. Ahli termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.


BAB XIII PENGOLAHAN BAHAN BERBAHAYA DAN ATAU MUDAH TERBAKAR DAN ATAU MUDAH MELEDAK DI DALAM RUANGAN KERJA
Pasal 25
Pengolahan dan penggunaan bahan-bahan tertentu yang bersifat khusus yang berbahaya dan atau mudah terbakar dan atau mudah meledak di dalam ruangan kerja, harus dilakukan dengan cara dan usaha sedemikian rupa sehingga kebakaran ledakan dan kecelakaan lainnya tidak akan terjadi.

Pasal 26
(1) Ruangan kerja tertutup dimana bahan yang mudah terbakar atau meledak dibuat atau diolah, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya harus terdapat 2 (dua) pintu yang terbuka keluar dan bebas dari rintangan;
b. Sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan kerja harus diatur secara terpencar;
c. Jumlah bahan-bahan yang mudah terbakar atau meledak tersebut tidak boleh melebihi jumlah seperlunya yang akan diolah atau digunakan langsung;
d. Ruangan kerja tersebut harus dilengkapi dengan alat pengaman yang sesuai.
(2) Bangunan dimana dipergunakan bahan-bahan berbahaya dan atau mudah terbakar atau meledak, atau bangunan tempat penyimpanan bahan tersebut, harus terpisah dari bangunan lainnya dan para pekerjanya harus dilengkapi dengan alat pelindung diri yang sesuai.
(3) Dalam ruangan kerja dan bangunan termaksud pada ayat-ayat (1) dan (2), para pekerja dilarang mengenakan pakaian yang dapat menimbulkan bahaya muatan listrik statis.


BAB XIV PROSES DAN PERALATAN KHUSUS 
Pasal 27
(1) Untuk proses-proses dan peralatan-peralatan khusus yang sekaligus menggunakan tekanan yang sangat tinggi atau sangat rendah, termasuk proses petrokimia, gas bumi yang dicairkan dan proses-proses lainnya, sepanjang belum diatur atau belum cukup diatur dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.
(2) Untuk pemurnian dan pengolahan di daerah lepas pantai termasuk proses, peralatan, bangunan dan instalasi, sepanjang belum diatur dan cukup diatur dalam ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.


BAB XV LISTRIK
Pasal 28
(1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang dilakukan oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh terputusnya aliran listrik, Kepala Teknik wajib menjamin kelangsungan aliran listrik tersebut di lokasi- lokasi tertentu atau instalasi-instalasi tertentu di tempat pemurnian dan pengolahan.

Pasal 29
(1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik dan peralatan penyalur tenaga listrik lainnya, harus dipasang dan dilindungi sedemikian rupa sehingga percikan api yang mungkin timbul tidak akan menimbulkan kebakaran terhadap bahan-bahan yang mudah meledakan dan terbakar.
(2) Alat pembantu yang menyalurkan tenaga listrik kepesawat yang menggunakannya harus disusun, diatur dan dipasang dengan baik.
(3) Dilarang menggunakan kawat atau kabel listrik yang tidak disalut di tempat yang menimbulkan bahaya.
(4) Pengamanan kawat atau kabel baik disalut maupun tidak, termasuk jarak antara kawat atau kabel tersebut dengan dinding baik di luar maupun di dalam bangunan, tingginya dari permukaan tanah dan jarak antara kawat atau kabel masing-masing harus cukup. Luas penampang kawat atau kabel tersebut harus sesuai dengan kekuatan arus listrik yang mengalir di dalamnya untuk mencegah timbulnya bahaya.
(5) Kawat atau kabel listrik di atas tanah dan di luar bangunan harus dilengkapi dengan penangkal petir yang baik dalam jumlah yang cukup.
(6) Bagian-bagian pesawat, penyalur atau peralatan lainnya yang menggunakan arus listrik harus terlindung dan yang menggunakan tegangan tinggi harus dilengkapi dengan tanda peringatan.
(7) Daya tahan isolasi seluruh jaringan saluran listrik dan tiap bagiannya harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja.
(8) Dalam penyaluran tenaga kerja listrik harus dipasang sejumlah sambungan pengaman yang cukup dan dapat bekerja dengan baik.

Pasal 30
(1) Pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan instalasi listrik hanya boleh dilakukan oleh atau dibawah pengawasan ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
(2) Pekerjaan termaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan rendah dengan mengindahkan tindakan pencegahan kecelakaan. Dilarang melakukan pekerjaan apapun terhadap pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan tinggi.


BAB XVI PENERANGAN LAMPU
Pasal 31
(1) Penerangan lampu dalam instalasi dan diseluruh tempat pemurnian dan pengolahan harus baik.
(2) Dalam tempat pemurnian dan pengolahan serta unit-unitnya tidak boleh digunakan penerangan lampu selain daripada lampu listrik yang dilindungi dengan tutup gelas yang kuat dan kedap gas. Di tempat-tempat yang dianggap perlu sebelah luar tutup lampu tersebut harus dilindungi dengan keranjang pelindung yang baik dan cukup kuat.
(3) Pada tempat dan instalasi tertentu harus disediakan alat penerangan lampu darurat yang aman yang setiap waktu siap digunakan.
(4) Pada tempat dan pekerjaan tertentu harus digunakan arus listrik tegangan dibawah 50 (lima puluh) volt.


BAB XVII PENGELASAN
Pasal 32
(1) Pekerjaan pengelasan hanya boleh dilakukan oleh ahli las yang ditunjuk Teknik dan disahkan oleh Kepala Inspeksi, Ahli las termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(2) Sebelum dilakukan pekerjaan pengelasan harus diambil tindakan pengamanan yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan keadaan setempat untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kebakaran atau ledakan.
(3) Untuk pekerjaan pengelasan tertentu dan di tempat-tempat tertentu yang dianggap berbahaya wajib digunakan peralatan dan atau cara pengelasan yang khusus serta harus dengan ijin tertulis Kepala Teknik dan harus diawasi oleh tenaga ahli dalam bidang tersebut.


BAB XVIII PENYIMPANAN DAN PEMAKAIAN ZAT-ZAT RADIOAKTIF
Pasal 33
(1) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat- zat radioaktif serta peralatan yang menggunakan zat-zat tersebut harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat dan peralatan termaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik dan harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ahli termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(3) Kepala Teknik wajib mencegah timbulnya bahaya atau kecelakaan yang disebabkan oleh penyinaran zat-zat radioaktif, dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan.


XIX PEMADAM KEBAKARAN
Pasal 34
(1) Alat-alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamatan harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Pengusaha wajib menyediakan alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat yang baik setiap saat siap untuk digunakan, termasuk instalasi air yang permanen dengan tekanan yang diperlukan lengkap dengan hydrant secukupnya, mobil pemadam kebakaran dengan air dan bahan kimia dalam jumlah yang cukup dan apabila diperlukan instalasi permanen untuk pemadam kebakaran dengan bahan kimia.
(3) Instalasi pemadam kebakaran yang permanen disamping dilengkapi dengan sistem pemompaan utama harus dilengkapi pula dengan sistem pemompaan yang tidak tergantung pada jaringan pusat tenaga listrik tempat pemurnian dan pengolahan.
(4) Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat pemadam kebakaran yang portabel dalam jumlah yang cukup yang sejenisnya disesuaikan dengan sifat kebakaran yang mungkin timbul, serta pekerja yang bekerja di tempat-tempat yang bersangkutan harus dapat melayani atau menggunakan alat tersebut.
(5) Pada tempat-tempat tertentu harus dipasang alat komunikasi yang dapat berhubungan langsung dengan station pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran atau kecelakaan.
(6) Pada tempat yang mempunyai kemungkinan besar akan timbulnya bahaya kebakaran, harus dipasang sistem alarm yang apabila terjadi kebakaran di tempat tersebut dapat segera diketahui.

Pasal 35
(1) Kepala Teknik wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang tetap dan terlatih dengan baik serta selalu berada dalam keadaan siap.
(2) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggung jawab dalam hal penanggulangan kebakaran, petugas tersebut harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(3) Kepala Teknik wajib memeriksa secara berkala kondisi semua alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat.



BAB XX LARANGAN DAN PENCEGAHAN UMUM DALAM TEMPAT PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN
Pasal 36
(1) Pengusaha harus mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian dan pengolahan termasuk pemagaran sekelilingnya.
(2) Orang-orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki tempat pemurnian dan pengolahan, kecuali dengan ijin Kepala Teknik.
(3) Dilarang membawa atau menyalakan api terbuka, membawa barang pijar atau sumber yang dapat menimbulkan percikan api di dalam tempat pemurnian dan pengolahan, kecuali di tempat-tempat yang ditentukan atau dengan ijin Kepala Teknik. Untuk keperluan tersebut Kepala Teknik wajib menunjuk Petugas-petugas yang berhak memeriksa setiap orang. Petugas-petugas tersebut harus dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
(4) Pengusaha wajib menentukan pembagian daerah dalam tempat pemurnian dan pengolahan sesuai dengan tingkat bahaya dengan cara memasang rambu-rambu peringatan di tempat-tempat yang mudah terlihat.
(5) Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat atau diperkirakan terdapat akumulasi bahan-bahan yang mudah meledak dan atau mudah terbakar harus diambil tindakan- tindakan pencegahan khusus untuk mencegah timbulnya kecelakaan, ledakan atau kebakaran.
(6) Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul bahaya harus dipasang papan peringatan atau larangannya yang jelas dan mudah terlihat.


BAB XXI PENCEMARAN LINGKUNGAN
Pasal 37
Pengusaha wajib menyediakan alat-alat pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

Pasal 38
(1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah terjadinya pencemaran darat dan air yang disehahkan oleh pembuangan sampah industri termasuk air buangan industri.
(2) Dilarang membuang air buangan industri yang mengandung kadar zat radioaktif dan bahan kimia yang dapat membinasakan hayati kesaluran air sungai dan laut.
(3) Pembuangan air bangunan industri kesaluran air sungai dan laut tidak boleh me- ngandung:
a. Kadar minyak bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya melebihi jumlah kadar yang ditentukan;
b. Kadar bahan kimia lainnya melebihi jumlah kadar yang ditentukan.

Pasal 39
(1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah pencemaran udara yang disebabkan oleh pembuangan gas dan bahan-bahan lainnya ke udara.
(2) Dilarang membuang gas beracun dan bahan beracun ke udara.
(3) Pembuangan gas dan bahan lainnya ke udara melalui cerobong pembakaran tidak boleh mengandung bahan-bahan tertentu melebihi jumlah kadar yang ditentukan.
(4) Gas yang mudah terbakar dan tidak terpakai lagi apabila dibuang ke udara harus dibakar.


BAB XXII PERLENGKAPAN PENYELAMATAN DAN PELINDUNG DIRI 
Pasal 40
(1) Pengusaha wajib menyediakan dalam jumlah yang cukup alat-alat penyelamat dan pelindung diri yang sejenisnya disesuaikan dengan sifat pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing pekerja.
(2) Alat-alat termaksud pada ayat (1) setiap waktu harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang telah ditentukan.
(3) Kepala Teknik wajib mengawasi bahwa alat-alat tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan kegunaannya oleh setiap pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja.
(4) Para pekerja dari orang lain yang memasuki tempat kerja diwajibkan menggunakan alat-alat termaksud pada ayat (1).


BAB XXIII PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN 
Pasal 41
(1) Pada tempat harus ditentukan dalam tempat pemurnian dan pengolahan harus tersedia petugas dan tempat yang memenuhi syarat untuk keperluan pertolongan pertama pada kecelakaan, dilengkapi dengan obat dan peralatan yang cukup termasuk mobil ambulans yang berada dalam keadaan siap digunakan.
(2) Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat-alat dan obat untuk memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan termasuk alat untuk mengangkut korban kecelakaan.

Pasal 42
(1) Kepala Teknik diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan kepada sebanyak mungkin pekerja bawahannya, sehingga para pekerja tersebut mampu memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
(2) Pada tempat-tempat tertentu harus dipasang petunjuk-petunjuk yang singkat dan jelas tentang tindakan pertama yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan.


BAB XXIV SYARAT-SYARAT PEKERJA, KESEHATAN DAN KEBERSIHAN.
Pasal 43
(1) Tugas atau pekerjaan dalam tempat pemurnian dan pengolahan yang keselamatan dan kesehatan para pekerjanya sangat tergantung pada pelaksanaan yang baik, hanya dapat diserahkan kepada pekerja-pekerja yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat jasmani dan rohani yang diperlukan.
(2) Seorang pekerja harus segera dibebaskan dari tugas atau pekerjaannya, apabila ternyata yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang dapat dipercaya atau jika oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dianggap perlu untuk membebaskan yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan khusus terhadapnya.


Pasal 44
(1) Kepala Teknik wajib:
a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan kerja.
b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat pemurnian dan pengolahan c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
(2) Kepala Teknik wajib menyediakan air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan badan bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih, dan memenuhi syarat kesopanan.
(3) Kepala Teknik wajib mengambil langkah tertentu untuk mencegah timbulnya penyakit jabatan pada para pekerjanya yang diperkerjakan di tempat-tempat atau dengan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.


BAB XXV KEWAJIBAN UMUM PENGUSAHA, KEPALA TEKNLK DAN PEKERJA BAWAHANNYA.
Pasal 45
(1) Kepala Teknik wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dengan cara membina, memberikan instruksi, menyediakan peralatan dan perlengkapan serta melakukan pengawasan yang diperlukan, sepanjang hal itu tidak ditetapkan secara nyata-nyata menjadi kewajiban Pengusaha.
(2) Setiap pekerja yang menjadi bawahan dan Pengusaha atau Kepala Teknik yang ditunjuk menjadi pimpinan atau ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada suatu bagian daripada suatu pekerjaan, di dalam batas-batas lingkungan pekerjaan yang menjadi wewenangnya, wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini sepenti halnya seorang Kepala Teknik.

Pasal 46
(1) Kepala Teknik atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi Pelaksana Inspeksi Tambang pada saat Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan pemeriksaan di tempat pemurnian dan pengolahan.
(2) Pengusaha, Kepala Teknik dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan wajib memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh pelaksana Inspeksi Tambang mengenai hal-hal yang diperlukan.
(3) Pengusaha diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan komunikasi, akomodasi, dan fasilitas lainnya yang layak yang diperlukan Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.

Pasal 47
(1) Kepala Teknik wajib membuat dan menyimpan di tempat pekerjaan daftar kecelakaan pemurnian dan pengolahan yang disusun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(2) Kepala Teknik wajib memberitahukan secara tertulis setiap kecelakaan yang menimpa seseorang di tempat pekerjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah kecelakaan tersebut terjadi atau setelah diketahui akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspeksi dan Kepala Pemerintah Daerah setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspeksi antara lain dengan telepon, telex, telegram dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan luka-luka berat atau kematian seseorang akibat luka-luka pada kecelakaan sebelumnya. kematian tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(4) Kepala Teknik wajib memberitahukan dengan segera kecelakaan yang menimbulkan kerugian materil yang besar kepada kepala Inspeksi dengan menyebut sifat serta besarnya kerugian tersebut.
(5) Apabila oleh Kepala Inspeksi dianggap perlu, sehubungan dengan kemungkinan dapat hadirnya Pelaksanaan Inspeksi Tambang dalam waktu singkat di tempat kecelakaan, sejauh hal tersebut tidak menganggu jalannya tindakan-tindakan penyelamat dan tidak membahayaka, maka segala sesuatu di tempat tersebut harus dalam keadaan tidak berubah sampai selesainya penyidikan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.
(6) Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah selesainya tiap triwulan, Kepala Teknik wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan yang terjadi dalam triwulan tersebut menurut bentuk yang ditetap- kan oleh Kepala Inspeksi.
(7) Setiap akhir tahun takwin, Kepala Teknik wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi daftar jumlah tenaga kerja rata-rata dalam setahun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.

Pasal 48
(1) Untuk keperluan pemberitahuan termaksud dalam Pasal 47 ayat (2) dan (3) kecelakaan pemurnian dan pengolahan dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu:
a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;
b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya;
c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya.
d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan.
(2) Untuk keperluan laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan termaksud dalam Pasal 47 ayat (6), digunakan penggolongan kecelakaan termaksud pada ayat (1) yang didasarkan pada keadaan nyata akibat kecelakaan terhadap pekerja yang mendapat kecelakaan.


BAB XXVI PENGAWASAN
Pasal 49
(1) Pelaksanaan Inspeksi Tambang berwenang menetapkan petunjuk-petunjuk tertulis setempat yang berhuhungan dengan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan:
a. ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
b. ketentuan-ketentuan khusus termaksud pada ayat (2).
(2) Direktur cq. Kepala Inspeksi berwenang menetapkan ketentuan khusus sebagai pelengkap dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pengertian istilah-istilah : “cukup”, “baik”, “sesuai”, “aman”, “tertentu”, “diakui”, “ditentukan” yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Dalam batas-batas tertentu pada pemeriksaan setempat Pelaksana Inspeksi Tambang diberi wewenang untuk menilai sesuatu keadaan dengan menerapkan istilah-istilah termaksud pada ayat (3).

Pasal 50
(1) Pada tempat pemurnian dan pengolahan wajib ada Buku Pemurnian dan pengolahan menurut bentuk dan contoh yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi. Buku tersebut harus disahkan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dengan membubuhi nomor dan paraf pada tiap-tiap halaman.
(2) Dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan, Pelaksana Inspeksi Tambang mencatat sendiri segala keputusannya dan pendapatnya mengenai pelaksanaan ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2), segala pemberitahuan resmi dan Kepala Inspeksi Kepada Kepala Teknik yang dilakukan secara tertulis, telegram, telex, atau telepon (setelah disusul dengan pernyataan tertulis), apabila diminta oleh Kepala Inspeksi pemberitahuan resmi tersebut setelah diterima oleh Kepala Teknik, harus dicatat dalam Buku Pemurnian dan pengolahan dan dibuat salinan sesuai dengan aslinya dan ditandatangani oleh Kepala Teknik.
(4) Selain oleh Pelaksana Inspeksi Tambang, Buku Pemurnian dan Pengolahan tidak diperkenankan diisi oleh orang lain dengan catatan-catatan lainnya, kecuali catatan- catatan yang secara nyata ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu salinan catatan tersebut harus dikirim kepada Kepala Inspeksi.
(5) Kepala Teknik diwajibkan selekas mungkin mengirimkan kepada Pengusaha salinan keputusan dan pemberitahuan resmi yang dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan termaksud pada ayat-ayat (2) dan (3).
(6) Buku Pemurnian dan Pengolahan harus selalu dapat dibaca oleh para pekerja termaksud dalam Pasal 45 ayat (2).


BAB XXVII TUGAS DAN WEWENANG PELAKSANAAN INSPEKSI TAMBANG
Pasal 51
(1) Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya diserahi tugas melakukan penyidikan tindak pidana, kepala Inspeksi dan Pelaksana Inspeksi Tambang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pelaksana Inspeksi Tambang wajib membuat berita acara berdasarkan sumpah jabatannya tentang hasil penyidikan dan menyampaikannya kepada Direktur cq. Kepala Inspeksi.
(3) Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melakukan tugasnya setiap waktu berwenang memasuki pemurnian dan pengolahan termasuk pada masa pembangunannya.
(4) Dalam hal Pelaksana Inspeksi Tambang ditolak untuk memasuki tempat pemurnian dan pengolahan termaksud pada ayat (3), Pelaksana Inspeksi Tambang dapat meminta bantuan Kepala Pemerintah Daerah dan atau Kepolisian setempat.


BAB XXVIII KEBERATAN DAN PERTIMBANGAN
Pasal 52
(1) Apabila Pengusaha atau kepala Teknik tidak dapat menerima keputusan Pelaksana Inspeksi Tambang dalam hal-hal yang bersifat teknis, maka ia dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Inspeksi untuk dipertimbangkan.
(2) Keputusan Kepala Inspeksi dalam hal termaksud pada ayat (1) adalah mengikat.


BAB XXIX KETENTUAN PIDANA
Pasal 53
(1) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi Rp 100.000.- (seratus ribu rupiah). Pengusaha yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan BAB I Pasal 3 ayat-ayat (1), (2) dan (3), BAB II Pasal-pasal 4 ayat-ayat (1), (2), dan Pasal 5, BAB XIX Pasal 34, BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (1) dan (4), BAB XXI Pasal 37, BAB XXII Pasal 40 ayat-ayat (1) dan (2) dan BAB XXV Pasal 46 ayat-ayat (2) dan (3).
(2) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000.- (seratus ribu rupiah) Kepala Teknik yang melakukan pelanggaran atas ketentuan- ketentuan BAB I Pasal 3 ayat (5), BAB II Pasal 6, BAB III Pasal-pasal 7 dan 8, BAB IV Pasal 9, 10 dan 11, BAB V Pasal-pasal 12 dan 13, BAB VI Pasal-pasal 14 dan 15, BAB VII Pasal-pasal 16 dan 17, BAB VIII Pasal-pasal 18 dan 19, BAB IX Pasal 20 dan 21, BAB X Pasal 22, BAB XI Pasal 23, BAB XII Pasal 24, BAB XIII Pasal-pasal 25 dan 26 ayat-ayat (1) dan (2), BAB XV Pasal-pasal 28, 29 dan 30, BAB XVI Pasal 31, BAB XVII Pasal 32, BAB XVIII Pasal 33, BAB XIX Pasal 35, BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2), (3), (5) dan (6), BAB XXI Pasal-pasal 38 dan 39, BAB XXII Pasal 40 ayat (3), BAB XXIII Pasal-pasal 41 dan 42, BAB XXIV Pasal- pasal 43 dan 44, BAB XXV Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat -ayat (1) dan (2) dan Pasal 47, BAB XXVI Pasal 50 ayat-ayat (1), (3), (4), (5) dan (6), BAB XXVII Pasal 51 ayat (3).
(3) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu Rupiah) setiap orang yang melakukan pelanggaran atas ketentuan- ketentuan BAB XIII Pasal 26 ayat (3), BAB XXII Pasal 40 ayat (4) dan BAB XXV Pasal-pasal 45 ayat (2) dan 46 ayat-ayat (1) dan (2).
(4) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) barang siapa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan- ketentuan BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2) dan (3).

Pasal 54
Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) ulan atau denda setinggi-tinginya Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah). Pengusaha, Kepala Teknik atau wakilnya yang dalam hal terjadinya pelanggaran oleh bawahannya terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini:
a. telah memberikan perintah pekerjaan yang diketahuinya, bahwa perintah- perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
b. karena tindakannya atau kelalaiannya, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak dapat ditaati;
c. tidak mengambil tindakan terhadap atau kelalaian bawahannya. sedangkan diketahuinya bahwa tindakan atau kelalaian tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundangan;
d. lalai dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.

Pasal 55
(1) Tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah pelanggaran.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan baik terhadap badan hukum. perseroan, perserikatan atau yayasan itu maupun terhadap mereka yang memberi perintah mclakukan tindak pidana yang dimaksud atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggungjawab dalam perbuatan atau kelalaian itu ataupun terhadap kedua-keduanya.


BAB XXX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
(1) Dalam tempat pemurnian dan pengolahan yang sudah ada dan beroperasi pada saat bcrlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib diadakan penyesuaian dengan ke tentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal yang luar biasa Direktur dapat menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Pelaksanaan ketentuan termaksud pada ayat (1).


BAB XXXI PENENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 58
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di jakarta
Pada tanggal 25 Mei 1979
PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA.
ttd
SOEHARTO


PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1979 TENTANG KESELAMATAN KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI


I. PENJELASAN UMUM
Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi pula pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi. Sebagaimana halnya dengan bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi lainnya, maka pemurnian dan pengolahannya dewasa ini telah pula mengalami perkembangan yang pesat, sehingga dapat diperoleh hasil-hasil pemurnian dan pengolahan yang baik dalam jumlah maupun dalam jenisnya berkembang pula dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan masa lampau, antara lain bahan bakar minyak dan gas bumi serta hasil-hasil pemurnian dan pengolahan lainnya.
Perkembangan yang pesat ini adalah hasil daripada kemajuan teknologi yang telah dicapai dalam dunia perminyakan yang dengan sendirinya membawa pengaruh baru pula dalam pelbagai bidang, khususnya bidang keselamatan kerja.
Kewajiban Pemerintah tidak saja harus menyelenggarakan usaha-usaha ke arah pembangunan dan perkembangan pertambangan minyak dan gas bumi, tetapi harus pula melindungi manusia, modal dengan segala bentuknya serta kekayaan alam dan lingkungan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin timbul sebagai akibat kegiatan- kegiatan tersebut di atas.
Disamping penggunaan peralatan mesin, pesawat dan lain sebagainya yang serba modern serta penerapan proses-proses fisika dan kimia berdasarkan teknologi mutakhir mengakibatkan pengawasan atas usaha tersebut perlu pula dikembangkan, termasuk keselamatan kerjanya. Peraturan Pemerintah ini juga mencakup salah satu Peraturan Pemerintah mengenai keselamatan kerja termaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- undang Nomor 8 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971).
Disamping kewajiban-kewajiban Perusahaan untuk mentaati Peraturan Pemerintah ini, Perusahaan masih tetap wajib mentaati peraturan-peraturan lain yang berlaku misalnya Undang-undang Kecelakaan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3), termasuk pelaporan berdasarkan Undang-undang tersebut kepada instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Mengenai standar-standar yang diterapkan dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini terlebih dulu harus diakui oleh Menteri. Untuk keperluan tersebut Menteri membentuk suatu panitia khusus yang bertugas menyusun atau menilai standar-standar yang akan diakui.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Pemerintah menganggap perlu mengatur secara khusus keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi dalam suatu Peraturan Pemerintah.


II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksudkan dengan "peralatan, bangunan dan instalasi tidak langsung" dalam ketentuan ini antara lain peralatan dan atau bangunan dan atau instalasi sebagai penunjang yakni:
• tenaga termasuk pembangkit;
• air termasuk pemurniannya;
• gas termasuk oxygen plant, amonia plant, acetylene plant, nitrogen plant;
• zat kimia termasuk pembuatan asam dan basa;
• perbengkelan termasuk bengkel-bengkel pemeliharaan;
• pembongkaran dan pemuatan termasuk dermaga, penimbunan;
• dan lain-lain.

Tidak termasuk dalam pengertian tersebut di atas ialah perumahan pegawai, tempat peristirahatan, tempat rekreasi, tempat ibadah, rumah sakit. huruf c sampai dengan huruf j cukup jelas.


Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan hak substitusi dalam ketentuan ini adalah pelimpahan wewenang Direktur Jenderal kepada Direktur.

Ayat (3) dan ayat (4)
Kepala Inspeksi dan Pelaksana Inspeksi Tambang adalah pejabat Direktorat yang diangkat oleh Direktur Jenderal.

Ayat (5)
Cukup jelas.


Pasal 3
Cukup jelas


Pasal 4
Ayat (1) dan ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksudkan dengan "masa pembangunan" ialah jangka waktu dimulai dari perencanaan sampai dengan saat mulai digunakannya tempat pemurnian dan pengolahan.
Dalam jangka waktu tersebut termasuk perencanaan, persiapan lokasi dan pembangunan fisik.


Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "syarat-syarat teknis dan keselamatan kerja yang sesuai dengan sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan" dalam ketentuan ini misalnya: tahan tekanan, tahan suhu, tahan korosi, tahan erosi, tahan getaran, kebisingan, kebocoran, pencemaran, konstruksi bangunan dan sebagainya.

Ayat (2) sampai dengan ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7)
Yang dimaksudkan dengan "sistim untuk meniadakannya" dalam ketentuan ini ialah sistim penyalur listrik ke dalam tanah (grounding, earthing) dan sebagainya.

Ayat (8)
Cukup jelas.


Pasal 6
Cukup jelas


Pasal 7
Ayat (1) sampai dengan ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6)
Yang dimaksudkan dengan "pagar yang aman" dalam ketentuan ini ialah pagar yang lengkap dengan palang samping (guard rail) dan pinggir pengaman pada lantai (toe board).

Ayat (7) dan ayat (8) Cukup jelas.

Ayat (9)
Yang dimaksudkan dengan "bejana, reservoir dan bak yang terbuka" dalam ketentuan ini ialah antara lain : pada proses pembersihan lilin (wax treating), kotak pendingin (box cooler), mercu pendingin (cooling tower) dan sebagainya.

Ayat (10)
Cukup jelas.


Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "bersih" dalam ketentuan ini ialah pelaksanaan pengaturan dan pemeliharaan yang tertib (goodhousekeeping).

Ayat (2) sampai ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "pintu-pintu tertentu" dalam ketentuan ini termasuk pintu darurat.

Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "alat penyelamat" dalam ketentuan ini dan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini ialah antara lain: tali penyelamat (safety line, escape line), jala penyelamat (safety net), tangga penyelamat (escape ladder) dan sebagainya.


Pasal 9
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan :
a. "pesawat” ialah motor penggerak termasuk segala macam motor listrik, motor bakar, mesin uap, turbine uap, turbine gas dan sebagainya;
b. "pesawat pengangkat" ialah crane, elevator dan pesawat lainnya yang sejenis;
c. "mesin perkakas" ialah mesin bubut, mesin bor, mesin frains dan sebagainya;
d. "perkakas" ialah segala macam alat yang dikerjakan dengan tangan (hand tool).

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "alat transmisi" dalam ketentuan ini ialah alat untuk memindahkan gerakan dari peralatan yang satu ke peralatan yang lain (transmission), seperti rantai, tali (belt), batang penggerak (connecting rod), ban penggerak (driving belt) dan sebagainya.

Ayat (2) dan ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksudkan dengan "batas kecepatan aman" dalam ketentuan ini ialah kecepatan putaran per menit (rotation per minute) maksimum yang diperbolehkan untuk pesawat tersebut.

Ayat (5) dan ayat (6) Cukup jelas.


Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "batas daya angkat aman" dalam ketentuan ini ialah daya angkat maksimum yang diperbolehkan untuk pesawat pengangkat tersebut.

Ayat (2) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas


Pasal 12
Ayat (1) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)
Dalam pengertian "perubahan" termaksud dalam ketentuan ini dan Pasal-pasal 15 ayat (5), 16 ayat (3), 18 ayat (5) dan 20 ayat (5) tidak termasuk perbaikan ringan.


Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "baterai pompa" dalam ketentuan ini ialah suatu susunan pompa yang dapat merupakan rangkaian seri atau rangkaian paralel atau kombinasi rangkaian seri dan paralel.

Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "atmosfir tekanan lebih" dalam ketentuan ini ialah atmosfeer overdruk (Ato) atau atmosphare uberdruck (Atu) atau gauge pressure.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan "dibawah atmosfir" dalam ketentuan ini ialah kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut.

Ayat (3) dan ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (5).


Pasal 16
Ayat (1)
Terhadap ketel uap air dan Pesawat uap air termaksud dalam Pasal ini dan Pasal 17 berlaku Stoom Ordonnantie 1930 (Staatsblad 1930 Nomor 225) sebagaimana telah diubah dan ditambah. Yang dimaksudkan dengan "pesawat uap air" dalam ketentuan ini ialah kondensor, economizer, super heater sebagai pelengkap ketel uap air.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (5).


Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "baterai ketel uap air" dalam ketentuan ini ialah suatu rangkaian ketel uap air paralel.

Ayat (2) dan ayat (3)
Cukup jelas.


Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "tungku pemanas" dalam ketentuan ini ialah furnace dan yang sejenis.

Ayat (2) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (5).


Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "baterai tungku pemanas" dalam ketentuan ini ialah suatu susunan tungku pemanas yang dapat merupakan rangkaian seri atau rangkaian paralel atau kombinasi rangkaian seri dan paralel.

Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 20
Ayat (1) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (5).


Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "baterai kondensor atau baterai heat exchanger" dalam ketentuan ini ialah suatu susunan kondensor atau suatu susunan heat exchanger yang dapat merupakan rangkaian seri atau rangkaian paralel atau kombinasi rangkaian seri dan paralel.

Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "pipa penyalur" dalam ketentuan ini ialah sistim pipa untuk mengangkut minyak bumi, gas bumi dan zat-zat lain dari satu tempat ke tempat lain dengan cara pengaliran.

Ayat (2) sampai dengan ayat (6) Cukup jelas.


Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "tempat penimbunan" dalam ketentuan ini ialah tangki dan tempat penyimpanan lainnya di daratan atau di daerah lepas pantai, baik secara tersendiri maupun secara berkelompok.

Ayat (2) sampai dengan ayat (7) Cukup jelas.


Pasal 24
Ayat (1) sampai dengan ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6)
Yang dimaksudkan dengan "ahli" dalam ketentuan ini ialah ahli membongkar dan memuat kapal (loading master) atau jabatan sederajat.


Pasal 25
Cukup jelas


Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "sinar matahari yang masuk harus secara terpencar (diffusi)" dalam ketentuan ini ialah untuk menghindarkan penyinaran secara langsung yang dapat mengakibatkan pengaruh terhadap zat-zat yang terdapat di dalam ruangan kerja.

Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan "alat pelindung diri" dalam ketentuan ini dan Pasal 40 ayat (1) ialah personal protective equipment.

Ayat (3)
Cukup jelas.


Pasal 27
Ayat (1)
Mengingat perkembangan teknologi dimana pada proses-proses tertentu tekanan yang sangat tinggi atau sangat rendah, digabung dengan suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah, sehingga untuk proses tersebut dibutuhkan peralatan-peralatan khusus yang dapat tahan terhadap gabungan kedua sifat tersebut yang belum tercakup dalam ketentuan Peraturan Pemerintah ini, maka perlu adanya pengaturan lebih lanjut yang mengikuti perkembangan teknologi dimasa-masa yang akan datang.

Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan "bangunan dan instalasi" dalam ketentuan ini ialah antara lain kapal, tongkang, platform dan tempat penimbunan dengan konstruksi khusus.


Pasal 28
Cukup jelas


Pasal 29
Ayat (1) sampai dengan ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7)
Yang dimaksudkan dengan "sambungan pengaman" dalam ketentuan ini ialah antara lain alat pemutus arus termasuk sekring (fuse), pemutus arus listrik (circuit breaker) dan sebagainya.


Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan:
a. "tegangan rendah" ialah tegangan listrik (voltage) sampai dengan 250 (dua ratus lima puluh) Volt;
b. "tegangan tinggi" ialah tegangan listrik diatas 250 (dua ratus lima puluh) Volt.


Pasal 31
Ayat (1)
Pengertian "baik" dalam ketentuan ini ditentukan dengan memperhatikan segi kesehatan kerja sebagaimana tercantum dalam peraturan International Labour Organization (ILO).

Ayat (2) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.


Pasal 32
Ayat (1) dan ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksudkan dengan "tenaga ahli" dalam ketentuan ini ialah sarjana teknik atau yang berpengetahuan sederajat.


Pasal 33
Cukup jelas


Pasal 34
Cukup jelas


Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan "penanggulangan kebakaran" dalam ketentuan ini ialah pencegahan dan pemadaman kebakaran termasuk pemeliharaan peralatannya dan tersedianya peralatan tersebut di tempat-tempat yang telah ditentukan.

Ayat (3)
Cukup jelas.


Pasal 36
Ayat (1) sampai dengan ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "tingkat bahaya" dalam ketentuan ini ialah besarnya atau kecilnya kemungkinan terjadinya bahaya di daerah tersebut.

Ayat (5) dan ayat (6) Cukup jelas


Pasal 37 dan pasal 38
Cukup jelas


Pasal 39
Cukup jelas


Pasal 40
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 8 ayat (6) dan Pasal 26 ayat (2) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.


Pasal 41 dan Pasal 42
Cukup jelas


Pasal 43
Ayat (1)
Persyaratan jasmani dan rohani termaksud dalam ketentuan ini ditentukan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 (Undang- undang Keselamatan Kerja).

Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 44
Cukup jelas


Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan "membina" dalam ketentuan ini ialah membuat agar para pekerja :
a. mempunyai kesadaran mengenai bahaya dan keselamatan kerja (safety mindedness);
b. trampil dalam mencegah dan mengatasi bahaya.

Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 46
Cukup jelas


Pasal 47
Ayat (1) sampai dengan ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5)
Apabila dalam hal terjadi kecelakaan tindakan-tindakan penyelamatan membutuhkan bahwa keadaan pada saat kecelakaan perlu dirubah, maka Kepala Teknik dapat melaksanakan perubahan tersebut dan kemudian memberikan laporan selengkapnya kepada Kepala Inspeksi atau Pelaksana Inspeksi Tambang mengenai keadaan sebelum diadakan perubahan.

Ayat (6) dan ayat (7) Cukup jelas.


Pasal 48
Ayat (1)
Penggolongan kecelakaan pemurnian dan pengolahan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk keperluan pemberitahuan segera dari Kepala Teknik kepada Kepala Inspeksi.

Ayat (2)
Laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk keperluan penilaian kecelakaan berdasarkan kenyataan dan pembuatan statistik kecelakaan.


Pasal 49
Ayat (1) sampai dengan ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4)
Mengingat bahwa istilah-istilah yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan istilah-istilah yang sangat bergantung pada pelbagai faktor, penentuan mengenai makna istilah-istilah tersebut perlu ditetapkan oleh Direktur cq. Kepala Inspeksi.

Ayat (5)
Cukup jelas.


Pasal 50
Yang dimaksudkan dengan "Buku Pemurnian dan Pengolahan"dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini ialah suatu bentuk buku yang disediakan untuk digunakan di tempat pemurnian dan pengolahan dan harus diisi sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Cara-cara penyusunan dan pengisiannya ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.


Pasal 51 sampai dengan Pasal 55
Cukup jelas


Pasal 56
Penyesuaian termaksud dalam ketentuan ini wajib segera dilaksanakan. Apabila dari segi teknis penyesuaian tidak dapat segera dilaksanakan, maka Direktur dapat menentukan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tenggang waktu yang harus dipenuhi oleh Pengusaha.


Pasal 57 dan Pasal 58
Cukup jelas

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) TERLENGKAP Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin